PEMBINAAN KEBUGARAN JASMANI, GAYA HIDUP AKTIF, DAN SEHAT SEPANJANG
HAYAT
A.
PENGERTIAN
Kebugaran
jasmani didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan kerja
sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti sehingga
masih dapat menikmati waktu luangnya.Kebugaran jasmani dikelompokkan ke dalam
tiga kelompok yakni: 1) kebugaran statis
dalam arti kata keadaan seseorang yang bebas dari penyakit, 2) kebugaran dinamis dalam arti kemampuan
untuk bekerja efisien yang tidak memerlukan keterampilan, mmisalnya berjalan,
mengangkat, dll, dan 3) kebugaran motoris
dalam arti kemampuan untuk melakukan kerja dengan keterampilan tinggi dan
efisien. (Wara Kushartanti: 2012)
Dari
definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang sehat belum tentu bugar,
sedangkan orang bugar semestinya sehat. Status kebugaran dapat dinilai dari
komponen kebugaran yang dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: 1) komponen kebugaran yang berhubungan dengan
kesehatan, meliputi: dayatahan jantung-paru, kekuatan dan daya tahan otot,
kelentukan, komposisi tubuh, dan 2) komponen
kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan, meliputi: kecepatan,
koordinasi, power, kelincahan, dan perasaan gerak. Program kebugaran jasmani
berperan besar dalam menjaga kondisi tersebut.
Menurut Judith Rink dalam Mochamad Sajoto (1988: 43), kebugaran jasmani
merupakan kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa
mengalami kelelahan berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar, guna
memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi
keperluan darurat bila sewaktu-waktu diperlukan.
Djoko Pekik (2004: 2) menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan
kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul
kelelahan yang berlebihan sehingga masih menikmati waktu luangnya. Dan, Engkos Kosasih (1985: 10) mendefinisikan
kebugaran jasmani sebagai suatu keadaan seseorang yang mempunyai kekuatan (strength), kemampuan (ability), kesanggupan, dan daya tahan untuk
melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa kelelahan. Rusli Lutan (2002: 7),
kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas fisik
yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas.
Menurut Depdikbud (1997: 4), kebugaran jasmani pada hakekatnya berkenaan
dengan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melaksanakan tugasnya
sehari-hari secara efisien dan efektif dalam waktu yang relatif lama tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti, dan masih memiliki tenaga cadangan untuk
melaksanakan aktivitas lainnya.
T. Cholik Muthohir (1999) dalam Ismaryati (2006: 40), menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan kondisi yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dengan produktif tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
T. Cholik Muthohir (1999) dalam Ismaryati (2006: 40), menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan kondisi yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dengan produktif tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kebugaran jasmani merupakan komponen seseorang untuk melakukan aktivitas
sehari-hari dengan efisien tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih
mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya.
1.
Gaya Hidup Aktif (Active Life Style)
Kata kunci dari gaya hidup aktif
adalah “semakin seseorang aktif, maka semakin baik”. Namun demikian, dalam
rangka promosi gaya hidup aktif, setiap negara memiliki rujukan masing-masing.
Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat USA (2008) membuat rekomendasi gaya
hidup aktif bagi anak usia 6-17 tahun, isinya yaitu aktif secara fisik adalah
selama total 60 menit atau lebih setiap harinya dan harus termasuk minimal tiga
kali perminggu melakukan aktivitas aerobik kategori melelahkan, serta meliputi
aktivitas fisik yang bervariasi. Sedangkan guideline
aktivitas fisik untuk orang dewasa pada umumnya sekitar 20 sampai 30 menit,
baiknya setiap hari, setidak-tidaknya tiga kali seminggu melakukan aktivitas
dengan kategori sedang. Lebih jelasnya, Sallis J.F. dan Patrick K. (1994), mengemukakan
“all adolescents...be physically
active daily, or nearly every day, as part of play, games, sports, work,
transportation, recreation, physical education, or planned exercise, in the
context of family, school, and community activities" and that
"adolescents engage in three or more sessions per week of activities that
last 20 minutes or more at a time and that require moderate to vigorous levels
of exertion".
Pate, et.al (1995)
mengatakan, “Every US adult should
accumulate 30 minutes or more of moderate-intensity physical activity on most,
preferably all, days of the week”. Sementara itu, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2008) mengemukakan aktivitas fisik sebagai berikut “. . . adalah aktivitas yg dilakukan oleh penduduk umur 15 tahun ke atas yang bersifat aktivitas ‘berat’, ‘sedang’ maupun
berjalan paling sedikit 10 menit
tanpa henti untuk setiap kegiatan, dan kumulatif > 150 menit selama 5
hari dalam seminggu”
Dalam rangka meningkatkan kondisi
kesehatan bangsa, pendidikan jasmani dapat ambil bagian memberi kontribusi
positif dan signifikan terhadap pemecahan masalah kesehatan, melalui penanaman
gaya hidup sehat dan aktif untuk mempromosikan kesehatan dan mengurangi
kemungkinan munculnya berbagai penyakit non infeksi yang akhir-akhir ini sangat
mengkhawatirkan. Morris (1994)
mengemukakan, “physical activity is the
best buy in public health”.
2.
Aktivitas Jasmani (Physical
Activity)
Aktivitas jasmani adalah berbagai kegiatan yang
melibatkan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot kerangka, dan gerakan itu
menghasilkan pengeluaran energi (Lutan, 2002). Americal Aliance
of Health, Physical Education, Recreation, and Dance (AAHPERD, 1999),
mengemukakan definisi aktivtas fisik, “Physical activity is strictly defined as any
bodily movement produced by skeletal muscles that results in an expenditure of
energy”. Aktivitas jasmani ini mencakup lingkup yang cukup luas, yang lazim
dilakukan dalam berbagai jenis pekerjaan, kegiatan pengisi waktu luang, dan
kegiatan rutin sehari-hari. Kegiatan itu dapat dikategori sebagai kegiatan yang
memerlukan usaha ringan, moderat, dan berat. Aktivitas moderat setara dengan jalan cepat 3 hingga 4 MPH (Mile Per Hour).
manakala satu mile = 1,609 kilometers, maka diperkirakan intensitas jalan kaki tersebut sekitar 4,5 s/d 6,5
kilometer per jam setara dengan 100 hingga 130 langkah per menit. Kegiatan itu dapat meningkatkan kesehatan bila dilakukan
secara teratur dan terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Secara lebih
sederhana dapat dikatakan bahwa aktivitas jasmani adalah berbagai kegiatan
jasmani yang tersusun, tertata, dan berorientasi pada tujuan kesehatan dan
kebugaran jasmani. Untuk itu program kegiatan jasmani di sekolah untuk
meningkatkan kebugaran, tidak selalu dalam bentuk kegiatan olahraga yang lebih
menekankan keterampilan.
3.
Latihan (Exercise)
Terdapat beberapa istilah asing yang dalam bahasa
Indonesia diartikan “Latihan”, yaitu Training,
Practice, dan Exercise. Untuk itu
perlu kiranya penulis batasi agar tidak terjadi salah pengetian dalam memahami
istilah latihan dalam modul ini.
a.
Latihan dalam artian exercise adalah aktivitas jasmani yang
terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh
dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih
komponen kebugaran jasmani, seperti daya tahan, kekuatan, dan fleksibilitas.
b.
Latihan dalam artian practice adalah aktivitas jasmani yang
terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh
dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih
keterampilan olahraga (sport skill),
seperti keterampilan menendang, backhand
dalam bulutangkis, dan dalam tenis.
c.
Latihan dalam artian training adalah aktivitas jasmani yang
terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh
dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih
komponen kemampuan fisik, baik komponen kebugaran jasmani maupun keterampilan
seperti dalam sport skill atau non
olahraga. Lebih lanjut harsono (1988: 101) mengatakan “training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja,
yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah
beban latihan atau pekerjaannya”.
Terkait dengan beberapa definisi tersebut, latihan yang
dimaksud dalam naskah ini lebih menekankan pada latihan dalam artian exercise, yaitu berujung pada tujuan
untuk memelihara dan meningkatkan salah satu atau beberapa komponen kebugaran
jasmani siswa di sekolah. Namun demikian, latihan dalam artian practice dan training tetap saja diperlukan karena sangat baik untuk memelihara
beberapa atau lebih komponen kebugaran dan gaya hidup aktif seseorang, hanya
saja tidak merupakan fokus pembahasan naskah ini.
4.
Kebugaran Jasmani (Physical Fitness)
Secara umum kebugaran jasmani sering diartikan sebagai
kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan
yang berlebihan sehingga masih tetap memiliki cukup energi untuk melakukan
kesenangan atau hobi pada waktu senggang dan juga masih cukup memiliki energi
untuk melakukan kegiatan yang sifatnya merupakan tuntutan yang tidak terduga
atau mendadak.
Definisi seperti disebutkan di atas itu cukup baik
manakala pekerjaan sehari-harinya berupa pekerjaan yang memerlukan usaha atau
kerja keras dan waktu senggang yang dilakukan lebih dari sekedar nonton
TV. Namun untuk kondisi kehidupan dewasa
ini definisi tersebut mungkin perlu dipertimbangkan lagi mengingat banyaknya
kegiatan sehari-hari yang terlalu santai dan pengisi waktu sengggang yang hanya
nonton TV.
Untuk itu, Pate (1983) dalam Ratliffe, (1994), mengajukan
definisi kebugaran jasmani yang diharapkan lebih cocok dengan kondisi sekarang.
Beliau mendefinisikan kebugaran jasmani sebagai kemampuan jantung, darah, paru-paru, dan otot untuk berfungsi efisien
secara optimal. Sedangkan Ratliffe, (1994) itu sendiri mendefinisikan
kebugaran jasmani sebagai sebuah keadaan kondisi tubuh yang bugar yang menyebab
kan orang itu nyaman melakukan aktivitas fisik cukup berat sehari-hari,
megurangi resiko kesehatan yang berkenaan dengan kurangnya latihan/olahraga,
dan mengembangkan fondasi dasar kebugaran untuk berpartisipasi dalam berbagai
aktivitas fisik. Definisi lainnya yang disesuaikan dengan komponen kebugaran
kesehatan yang terkandung di dalamnya dikemukakan Rusli Lutan (2002: 7), yaitu
kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya
tahan, dan fleksibilitas.
5.
Komponen Kebugaran
Kebugaran jasmani meliputi komponen-komponen yang
berhubungan dengan kesehatan (Health-Related
Fitness) dan yang berhubungan dengan keterampilan (Skill-Related Fitness). Komponen kebugaran yang berhubungan dengan
kesehatan meliputi: daya tahan aerobik, kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas
otot, dan komposisi tubuh. Komponen-komponen ini pada dasarnya merupakan
faktor-faktor yang menyebabkan optimalnya kesehatan dan mencegah munculnya
penyakit-penyakit dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kurang gerak.
Komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan
pada dasarnya merupakan kemampuan dan keterampilan yang berhubungan dengan
penampilan gerak, olahraga, tari, dan senam.
Komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan ini sangat
dipengaruhi oleh keturunan, termasuk agilitas, keseimbangan, koordinasi, power,
dan kecepatan (Ratliffe, 1994)
Tabel 1. Komponen Kegugaran Jasmani
Kebugaran Jasmani
|
|
Komponen Kebugaran Terkait Kesehatan
(Health-Related
Fitness)
|
Komponen Kebugaran Terkait Keterampilan
(Skill-related Fitness)
|
·
daya tahan aerobik,
·
kekuatan otot,
·
daya tahan otot,
·
fleksibilitas otot,
dan
·
komposisi tubuh
|
·
kelincahan
·
keseimbangan,
·
koordinasi,
·
power, dan
·
kecepatan
|
Komponen kebugaran terkait keterampilan tidak menjadi
fokus bahasan modul ini. Untuk itu pembahasaan
selanjutnya akan mulai terarah pada pengembangan komponen kebugaran terkait
kesehatan (Health-related Fitness).
Walaupun seluruh komponen itu akan dibahas secara lebih mendetail pada modul
lain berikutnya, namun berikut ini dikemukakan definisi sederhana dari
masing-masing komponen tersebut untuk mempermudah pembaca memahami konsep
secara utuh:
·
Daya tahan aerobik
adalah kemampuan jantung untuk memompa darah ke bagian tubuh lainnya dan
kemampuan untuk menyesuaikan serta memulihkan dari aktivitas fisik
·
Kekuatan otot merupakan
kemampuan mengerahkan daya semaksimal mungkin untuk mengatasi sebuah tahanan
·
Daya tahan otot adalah
kemampan sekelompok otot untuk mengerahkan daya maksimal selama periode waktu
yang relatif lama terhadap sebuah tahanan yang lebih ringan daripada beban yang
bisa digerakkan oleh seseorang
·
Fleksibilitas dapat
didefinsikan sebagai kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi di
sekitarnya untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak maksimal
yang diharapkan
·
Komposisi tubuh dapat
didefifnisikan sebagai rasio antara masa tubuh tanpa lemak (semua jaringan
tanpa lemak, seperti tulang, otot, dan organ) dengan lemak tubuh. Biasanya
dinyatakan dalam persentase lemak tubuh.
B.
MANFAAT PROGRAM KEBUGARAN JASMANI
Olahraga akan memberi manfaat pada tubuh menurut jenis, lama, dan
intensitas latihan yang dilakukan. Secara umum olahraga yang dilakukan secara
teratur dengan takaran cukup dan waktu yang cukup akan memberi manfaat sebagai
berikut:
1.
Manfaat bagi Jantung.
Jantung akan bertambah besar dan kuat, sehingga dayatampung besar dan denyutan
kuat. Kedua hal ini akan meningkatkan efisiensi kerja jantung. Dengan efisiensi
kerja yang tinggi, jantung tak perlu berdenyut terlalu sering. Pada orang yang
tidak melakukan olahraga, denyut jantung rata-rata 80 kali per menit, sedang
pada orang yang melakukan olahraga teratur, denyut jantung rata-rata 60 kali
per menit, sehingga dalam satu menit dihemat 20 denyutan, dalam satu jam
dihemat 1200 denyutan dan dalam satu hari 28.800 denyutan. Dengan demikian
jantung menjadi awet dan kita boleh berharap hidup lebih lama dan produktif.
2.
Manfaat untuk pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah bertambah karena berkurangnya
timbunan lemak dan penambahan kontraktilitas otot di dinding pembuluh darah.
Elastisitas pembuluh darah yang tinggi akan memperlancar jalannya darah dan
mencegah timbulnya hipertensi. Di samping elastisitas pembuluh darah meningkat,
pembuluh-pembuluh darah kapiler pun akan bertambah. Penyakit jantung koroner
dapat dicegah atau diatasi dengan mekanisme ini. Kelancaran aliran darah juga
akan mempercepat pembuangan zat-zat lelah sebagai sisa pembakaran, sehingga
bisa diharapkan pemulihan yang cepat.
3.
Manfaat untuk paru.
Elastisitas paru akan bertambah, sehingga kemampuan berkembang-kempis juga
bertambah. Selain itu jumlah alveoli yang aktif (terbuka) akan bertambah dengan
olahraga teratur. Kedua hal diatas menyebabkan kapasitas penampungan dan
penyaluran oksigen ke darah bertambah.
4.
Pernafasan bertambah dalam dengan frekuensi yang rendah. Bersama-sama dengan manfaat pada jantung dan pembuluh darah,
ketiganya bertanggung jawab untuk penundaan kelelahan.
5.
Manfaat pada otot. Kekuatan,
kelentukan, dan dayatahan otot akan bertambah. Hal ini disebabkan oleh
bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistem penyediaan energi di
otot. Lebih dari itu perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak,
kecepatan reaksi dan lain-lain, sehingga dalam banyak hal kecelakaan kerja
dapat terhindari.
6.
Manfaat bagi tulang.
Penambahan aktiivtas enzim pada tulang akan meningkatkan kekuatan, kepadatan,
dan besarnya tulang, selain mencegah pengeroposan tulang. Permukaan tulang juga
akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus menerus.
7.
Manfaat pada ligamentum dan tendo. Kekuatan ligamentum dan tendo akan bertambah, demikian juga
dengan perlekatan tendo pada tulang. Keadaan ini membuat ligamentum dan tendo
mampu menahan berat dan tidak mudah cedera.
8.
Manfaat pada persendian dan tulang rawan. Latihan teratur dapat menyebabkan bertambah tebalnya tulang
rawan di persendian, sehingga dapat menjadi peredam (shock absorber) dan
melindungi tulang serta sendi dari bahaya cedera.
9.
Manfaat terhadap aklimatisasi terhadap panas. Aklimatisasi terhadap panas melibatkan penyesuaian faali yang
memungkinkan kita tahan bekerja di tempat panas. Kenaikan aklimatisasi terhadap
panas ini disebabkan karena pada waktu melakukan olahraga, terjadi pula
kenaikan panas pada badan dan kulit kita. Keadaan yang sama akan terjadi bila
kita bekerja di tempat yang panas.
10. Manfaat
untuk Otak. Dengan berolahraga, myelin
akan makin tebal sehingga penghantaran impuls saraf menjadi lebih cepat.
Disamping itu akan keluar juga neurotropin yang merangsang neurotransmiter di
sinaps sehingga reaksi akan cepat dan tepat, dan demikian juga akan dengan
cepat dan tepat mengatasi masalah.
11. Perubahan
psikologis. Melalui mekanisme
fisiopsikologis, olahraga akan meningkatkan perasaan berprestasi, menghilangkan
ketegangan, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sikap sabar, gembira dan
melatih konsentrasi. Keadaan ini secara fisiopsikologis disebabkan oleh
meningkatnya kadar epinephrin dan norepinephrin, serta suplai darah ke otak.
Pengeluaran garam melalui keringat pada waktu berolahragadiduga akan
memperbaiki suasana hati. Lebih dari itu olahraga akan membuat tidur lebih
nyenyak, sehingga bisa mengurangi masalah kejiwaan.
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan
pola hidup sehat adalah:
1.
Berpenampilan Lebih
Sehat Dan Ceria;
2.
Dapat Tidur Nyenyak;
3.
Dapat Menikmati
Kehidupan Sosial;
4.
Dapat Berkarya Lebih Baik;
5.
Dapat Meningkatkan
Produktivitas Kerja;
6.
Berpikir Sehat Dan
Positif;
7.
Merasa Tentram Dan
Nyaman;
8.
Memiliki Rasa Percaya
Diri Dan Hidup Seimbang
C.
PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN
KEBUGARAN JASMANI
Prinsip dasar dalam pengembangan kebugaran jasmani, sehingga merupakan
program pelatihan yang efektif, yakni, SPORT dan FITT.
SPORT adalah singkatan dari:
- Specificity (kekhususan) – berolahraga yang cocok dan sesuai kebutuhan
- Progression (kemajuan) – mulai dari level bawah dan secara bertahap meningkat
- Overload (kelebihan beban) – berlatih lebih keras dari biasanya
- Reversibel – berlatih secara teratur
- Tedium (tidak membosankan) – usahakan latihan itu selalu menarik
Sedangkan, FITT adalah singkatan dari
- Frequency – berapa kali (tingkat keseringan)
- Intensity – seberapa berat
- Time – berapa lama
- Type – apa metode pelatihannya
D. STRATEGY PENGEMBANGAN KEBUGARAN UNTUK GAYA HIDUP AKTIF DAN SEHAT
SEPANJANG HAYAT
Gaya hidup aktif tidak
bisa ditawar-tawar lagi harus ditanamkan kepada semua generasi penerus sejak
dini, untuk itu kita perlu
mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana penanaman gaya hidup aktif sepanjang hayat melalui pendidikan
jasmani yang ada dan berlaku di Indonesia sekarang ini. Untuk
itulah para guru pendidikan jasmani harus mengetahui konsep dan implementasi
penanaman gaya hidup aktif sepanjang hayat yang terintegrasi dalam kurikulum
dan pembelajaran pendidikan jasmani di Indonesia selama ini. Paparan berikut
ini berisikan tentang konsep pendidikan jasmani yang terintegrasi dengan
pendidikan kebugaran orientasi gaya hidup aktif sepanjang hayat, karakteristik
pendidikan kebugaran, integrasi pendidikan kebugaran dalam pendidikan jasmani,
program pendidikan kebugaran, termasuk-pertimbangan-pertimbangan implementasi
dan desain evaluasi yang menyertainya. Pemahaman lebih dalam lagi tentu saja harus ditunjang dengan belajar
mandiri dengan cara mencari dan menganalisis beberapa contoh implementasi pendidikan kebugaran jasmani dalam
pendidikan jasmani dari berbagai sumber
serta berusaha mencari bukti sendiri
melalui telaahan dan penelitian hingga lebih memahami dan mendalaminya. Berdasarkan pencarian
bukti tersebut, para guru dan calon guru pendidikan jasmani berusaha memperbaiki
dan meningkatkan kualitas diri dan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani
agar memenuhi tuntutan serta permasalahan yang dihadapinya.
1.
Pendidikan Jasmani
Harus Membina Active Life Style
Kebiasan melakukan aktivitas fisik
secara rutin memberi keuntungan bagi kesehatan. Kebiasaan melakukan aktivitas
fisik bisa meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko kematian akibat
penyakit non infeksi serta mengurangi perkembangan berbagai penyakit non
infeksi. Kebiasaan melakukan aktivitas fisik juga merupakan komponen penting
dari gaya hidup aktif. Namun demikian, walaupun kebiasaan melakukan aktivitas
fisik merupakan komponen penting bagi kesehatan, namun angka partisipasi
masyarakat terhadap aktivitas fisik, sebagaimana disebutkan sebelumnya, secara
teratur masih rendah. Demikian juga meskipun anak-anak cenderung berpartisipasi
lebih aktif daripada orang dewasa, namun intensitasnya tetap masih di bawah
standar yang direkomendasikan, bahkan kebiasaan melakukan aktivitas fisik
cenderung menurun sesuai dengan bertambahnya usia hingga usia (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Dalam kondisi kesehatan bangsa
seperti ini, pendidikan jasmani dapat ambil bagian memberi kontribusi positif
dan signifikan terhadap pemecahan masalah tersebut, melalui penanaman gaya
hidup sehat dan aktif untuk mempromosikan kesehatan dan mengurangi kemungkinan
munculnya berbagai penyakit non infeksi yang akhir-akhir ini sangat
mengkhawatirkan. Morris (1994)
mengemukakan, “physical activity is the
best buy in public health”.
Pendidikan jasmani merupakan salah
satu, kalau tidak dikatakan satu-satunya mata pelajaran yang memiliki
kontribusi/outcome unik, yang tidak
dimiliki mata pelajaran lain, dalam membantu menanamkan gaya hidup aktif.
Kontribusi unik tersebut adalah kebugaran jasmani, kemampuan gerak, dan
pengetahuan tentang kebugaran jasmani dan kemampuan gerak. Tidak sedikit dari
hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama seseorang melakukan aktivitas
fisik secara rutin adalah karena orang itu memiliki kebugaran jasmani,
kemampuan gerak, dan pengetahuan tentang kebugaran dan kemampuan gerak
(AAHPERD, 1999). Selanjutnya, U.S. Department of Health and Human
Services (HHS,
1996), mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan tentang dampak aktivitas fisik
terhadap kesehatan sudah terbukti mampu meningakatkan keinginan siswa untuk
memulai hidup aktif.
Sebagian besar dari
populsi anak-anak dan remaja berada dalam lingkungan sekolah, sehingga melalui inovasi pembelajaran pendidikan jasmaninya, sekolah
dianggap sebagai tempat yang ideal untuk mempromosikan aktivitas fisik, gaya hidup aktif, dan mencegah obesitas di kalangan anak-anak dan remaja (Chin
Ming, 2008). Selain itu Martin, K. (2010) dari School of Population Health, The University
of Western Australia mengemukakan, “An
increasing body of evidence indicates that schools can be encouraged to
maximise time children spend in physical activity and sport; and reassured that
replacing academic time with physical activity and sport will not have a
detrimental effect on children’s academic success, and may actually support and
optimise learning”.
Penanaman kebiasaan “Hidup Aktif dan Sehat Sepanjang Hayat” melalui pembelajaran pendidikan
jasmani, tetap harus menjadi pilihan, daripada hanya sekedar meningkatkan
kebugaran jasmani siswa, paling tidak terdapat dua alasan 1) kebugaran tidak
menjamin kesehatan yang lebih baik di hari tua kecuali masih tetap melakukan
aktivitas fisik secara rutin (WHO, 2007); 2) kemampuan fisik meningkat pada
saat anak-anak dan mencapai puncaknya pada awal dewasa, sedangkan berikutnya
adalah penurunan kemampuan fisik. Rata-rata penurunan kemampuan fisik sebagian
ditentukan oleh genetik dan biologis individu, tetapi yang paling utama
ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan gaya hidup (seperti
merokok, mengkonsumsi alkohol, diet, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik),
dan oleh lingkungan tempat orang itu tinggal (PMSEIC/ Prime
Minister’s Science, Engineering And Innovation Council)
Bagaimana meningkatkan angka
partisipasi siswa terhadap berbagai aktivitas fisik dan olahraga secara
berkelanjutan, tidak saja ketika anak masih menjadi siswa sekolah, tetapi juga
setelah mereka lulus (dewasa) dan terus dilakukan di sepanjang hidupnya. Itulah
salah satu tantangan pendidikan jasmani ke depan, sebagai mana dikatakan Morris
(1994) “Our challenge is working out how
to get people to do it”. Tantangan ini tidak
semudah membuat siswa bugar. Membuat
orang bugar, baik anak-anak, remaja, dewasa, atau bahkan manula sebenarnya
tidak terlalu sulit. Sudah cukup banyak bukti hasil penelitian yang mendukung
pernyataan tersebut baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri di
lingkungan para pelajar maupun masyarakat luas. Mereka yang melakukan aktivitas
fisik dengan frekuensi 3-4 x per minggu, durasi minimal 15 menit setiap kali
melakukan, serta intensitas sedang, maka dalam tempo tiga bulan hasilnya sudah
dapat dibuktikan.
Namun tidak sedikit pula
hasil penelitian menunjukkan bahwa para atlet, pelajar ,
dan member fitness centers, memiliki
status kebugaran jasmani yang memadai pada saat mereka aktif berlatih.
Selanjutnya status kebugaran mereka menurun setelah mereka tidak lagi berstatus sebagai
pelajar, tidak lagi berstatus sebagai atlet, tidak lagi sebagai member
kebugaran. Dengan kata lain, status kebugaran mereka menurun karena mereka
tidak memiliki gaya hidup aktif. Program kebugaran jasmani yang dilakukannya
bisa jadi bukan bagian dari gaya hidup aktif, bisa saja hanya merupakan suatu
tuntutan sesaat, sehingga ketika tidak lagi ada yang membimbingnya, maka
kegiatan itu dihentikannya.
2.
Karakteristik
Pendidikan Kebugaran Untuk gaya Hidup Aktif
Penanaman gaya hidup aktif
merupakan permasalahan yang berhubungan dengan kemauan untuk melakukan kebiasaan aktif secara fisik. Generasi penerus diharapkan dapat membangun
tubuh yang sehat karena memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas
fisik dalam kehidupan sehari-harinya.
Menciptakan kehidupan agar
masyarakat senang melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-harinya,
tidaklah mudah, atau tidak mungkin tercipta tanpa adanya usaha yang dilakukan
secara sengaja (purposeful). Hal ini karena sebagian besar generasi penerus tidak memiliki
kebiasaan hidup aktif secara teratur, dan berkelanjutan. Hasil penelitian AAHPERD (1999)
menunjukkan bahwa kebiasaan melakukan aktivitas fisik siswa sekolah meningkat
hingga SMP, selanjutnya prosentasenya cenderung menurun pada saat di Sekolah
Menengah Atas dan puncak penurunannya hingga lulus SMA. Untuk
itu, program penjas di sekolah harus membantu generasi penerus untuk tetap menyenangi melakukan aktivitas fisik sepanjang hidupnya.
Kesempatan
membantu generasi penerus untuk tetap aktif sepanjang hidupnya masih tetap
terbuka, proporsi
aktivitas fisik berupa permainan dan olahraga dalam kurikulum (SKKD) dan juga
dalam praktik pembelajaran tetap dominan, untuk selanjutnya guru berupaya
menciptakan aktivitas fisik berbasis child-centered. Beberapa di antara alasan anak-anak
senang melakukan aktivitas fisik adalah
karena
aktivitas fisik meyenangkan, dapat dilakukan bersama-sama, dapat meningkatkan
keterampilan, dapat memelihara bentuk tubuh, dan nampak tubuh lebih baik. Untuk itu beberapa
pertimbangan penerapan model pembelajaran
penjas oreintasi active life style
antara lain meliputi:
•
Menekankan
pada partisipasi yang menyenangkan pada kegiatan-kegiatan yang mudah dan sering dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari (orientasi sukses,
bermanfaat, sesuai perkembangan). Secara
prinsipil, pendidikan jasmani
memiliki potensi untuk mengembangkan self
esteem. Dalam konteks
pendidikan jasmani, self esteem akan
terbangun ketika seseorang memperoleh
pengalaman sukses dalam mengikuti tugas ajar (Judith R, 2002).
Menentukan tujuan yang realistis, penggunaan metode yang tepat, dan menyadari
perbedaan baik skill maupun sosio ekonomi
merupakan pembuka jalan pengalaman sukses bagi anak dalam belajar. Belajar yang
sukses adalah aktivitas belajar yang bermakna bagi siswa. Artinya, aktivitas
belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan cukup memberi tantangan
kepada siswa akan tetapi memberi kemungkinan terhadap tingkat keberhasilan
belajar (Suherman, A., 1998).
• Menyediakan kegiatan-kegiatan
kompetitif dan non-kompetitif dengan rentang yang bervariasi sesuai dengan
tuntutan perbedaan kemampuan siswa.
Siswa memiliki variasi kesenangan, kemampuan, keinginan yang berbeda-beda.
Kompetisi merupakan kegiatan yang sering dilakukan masyarakat, dan sering kali
siswa meniru dan melakukanya. Aktivitas kompetisi di sekolah dilakukan sesuai
koridor pedagogik, disesuaikan dengan SKKD (Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar) dan dijadikan media untuk menanamkan nilai-nilai positif dari aktivitas
kompetisi itu, juga diberikan kepada para siswa yang sudah memiliki kemauan
melakukannya. Namun demikian nilai kompetitif fair play, kerjasama, disiplin, ulet, tekun, teliti, inisiatif, dan
kreatif hendaknya merupakan bagian dari tujuan pendidikan jasmani melalui
aktivitas permainan dan kompetitif ini di sekolah.
• Memberikan keterampilan (skill) dan keyakinan (confidence) yang diperlukan siswa agar
dapat berpartisipasi aktif secara fisik. Kedua komponen ini merupakan bagian penting dari keterlibatan anak dalam
aktivitas fisik. Memiliki keterampilan gerak saja tidak cukup tanpa keyakinan,
sebaliknya keyakinan saja tidak cukup karena akan berpengaruh terhadap
pengalaman sukses. Dengan demikian pemilihan aktivitas pembelajaran untuk
meningkatkan keterampilan dengan penciptaan lingkungan untuk menanamkan
keyakinan kepada anak sama pentingnya dilakukan oleh para guru. Penanaman dan
peningaktan keterampilan gerak dan keyakinan siswa diharapkan dapat membantu
meningkatkan angka partisipasi siswa pada berbagai aktivitas fisik. Keberhasilan
pendidikan jasmani berawal dari tertanamnya kesenangan siswa terhadap berbagai
aktivitas fisik. Oleh karena itu, berbagai pembekalan seperti skill, kebugaran jasmani, sikap,
pengetahuan, dan perilaku sehari-hari harus selalu berorientasi pada self-trust dalam rangka pembentukan gaya
hidup aktif yang sehat di masa yang akan datang.
• Melakukan promosi aktiffitas fisik/olahraga pada seluruh
komponen program sekolah dan mengembangkan hubungan antara program sekolah dan
program masyarakat. Salah satu
bentuknya adalah kegiatan olahraga bersama, festival, perlombaan, atau
pertandingan antar kelas, antar sekolah yang dilakukan secara kolaborasi dengan
seluruh komponen sekolah, antar sekolah, dan masyarakat. Dengan cara promosi aktivitas fisik seperti itu
diharapkan para siswa merasa bagian
dari pelaku perubahan pada lingkungan yang selanjutnya berusaha untuk dapat
mengembangkan skill, kebugaran
jasmani, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang dapat menggiring mereka memiliki
gaya hidup aktif dan sehat (active-healthy
lifestyles)
Peranan guru dalam pembelajaran seperti ini lebih menekankan untuk membimbing
siswa pada program kegiatan kesegaran jasmani, mengajar keterampilan dalam
pengelolaan dan pembuatan keputusan, menanamkan komitmen terhadap gaya hidup
yang aktif, dan mengadministrasi /
memfasilitasi program asesmen kesegaran jasmani individu siswa.
Hal yang hendaknya
dihindari oleh para guru yang sering kali jadi isu utama realisasi pendidikan jasmani model kebugaran jasmani adalah model
ini antara lain berisikan kegiatan tes kesegaran jasmani, membandingkan status
siswa dengan standar orang lain, membujuk siswa dengan istilah “no pain, no gain”, dan aktivitas fisik
di luar DAP yang seakan-akan menyiksa
siswa dan merendahkan siswa. Seakan-akan program ini dibuat untuk mempersiapkan
siswa untuk menjadi anggota militer yang akan berperang terfokus pada “melatih”
bukannya “mendidik” yang sebenarnya aspek mendidik ini jauh lebih penting untuk
memelihara gaya hidup dan kesehatan pribadinya menghadapi era baru dan
teknologi tinggi di masa depan.
Kecenderungan tersebut
sangat mungkin terjadi mengingat model kebugaran ini pada
dasarnya merupakan subject oriented model
yang berlandaskan pada disciplinary
mastery value orientation, namun pada perkembangan sekarang ini, model ini
seringkali merefleksikan orientasi nilai self-actualization
atau ecological integration. Sehingga
beberapa program dari model ini merupakan mengintegrasi pendidikan jasmani
dalam kerangka konsep healthy lifestyle yang
lebih luas dengan komponen-komponen sosio-cultural (Jewett, dkk., 1995).
3.
Integrasi Pendidikan
Kebugaran dalam Kurikulum Pendidikan Jasmani
·
Jenis
materi pelajaran disesuaikan dengan jenis mata pelajaran yang tercantum dalam
kurikulum
·
Jumlah
jam pelajaran wajib/intra perminggu sesuai
sebagaimana tertera dalam kurikulum (misal 2 x 45 menit) namun selanjutnya
dibagi ke dalam pertemuan-pertemuan yang mendukung terhadap pembinaan kebugaran (misal, menjadi 3 x 30 menit).
·
Jumlah
pertemuan penjas per minggu termasuk ekstra kurikuler biasanya minimal 3-4
pertemuan.
·
Pemberian materi teori ditekankan agar
disampaikan secara terintegrasi dalam bentuk praktik langsung
·
Pendekatan pembelajaran lebih cenderung
menganut teori belajar konstruktivisme melalui pemberian berbagai pengalaman
gerak yang dapat menggiring siswa ke arah pembentukan konsep yang diperlukan
untuk penanaman, peningkatan, dan pemeliharaan kemampuan olahraga, fitness, dan
gaya hidup aktif dan sehat
·
Orientasi pembelajaran terfokus pada
sasaran program yang sudah ditetapkan pada produk program pada setiap tahun
ajarannya
4. Tahapan
Pencapaian Program
|
|
|
|
Step 5
|
Mandiri
Merencanakan program
Gaya hidup aktif
|
|
|
|
Step 4
|
Evaluasi sendiri
Tes kebugaran
Interpretasi hasil
|
|
|
|
Step 3
|
Pola Latihan Sendiri
Memilih latihan sendiri
Evaluasi program sendiri
|
||
|
Step 2
|
Perolehan Status Kebugaran
Memenuhi status minimal sekolah
Belajar menetapkan target sendiri
|
|||
Step 1
|
Melakukan latihan secara teratur
Membiasakan berolahraga
Mempelajari dan menyenangi olahraga
|
5. Fasilitas
Pendukung Program yang dikembangkan
·
Penyediaan fasilitas pendukung ini
dilakukan dengan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, swasta, maupun
pemerintah setempat yang sudah memiliki fasilitas olahraga atau kebugaran
·
Manajemen operasional sekolah bersifat
MBS
6. Layanan
Kegiatan Pembelajaran
·
Satu pertemuan (misal, 1 x 30 menit) perminggu ditujukan untuk meraih tujuan sebagaimana tertera dalam
SKKD
·
Dua
pertemuan (misal, masing-masing 1
x 30 menit) perminggu ditujukan untuk memelihara kebugaran, bakat, dan minat siswa
·
Ekstra
kurikuler 2 x perminggu ditujukan
untuk penyaluran bakat dan minat siswa terhadap olahraga. Kegiatan ini
dapat dilakukan di sekolah maupun di
luar sekolah dengan cara siswa
menunjukkan bukti surat
keterangan dari yang berwenang
·
Pembelajaran teori terintegrasi dengan
pembelajaran praktik
·
Evaluasi menggunakan standar gabungan
yaitu standar target kurikulum dan standar individu siswa itu sendiri
7. Indikator
Keberhasilan
*
80% dari seluruh siswa memiliki
rata-rata partisipasi aktif olahraga (sekolah dan luar sekolah) 3-4 x perminggu
*
Rata-rata status kebugaran jasmani siswa
meningkat atau mempunyai status bagus dan dapat dipertahankan pada setiap tahun
ajaran
*
Siswa memiliki potensi olahraga yang
lebih unggul daripada sekolah non wawasan olahraga dan kebugaran jasmani
*
Appresiasi positif siswa terhadap
olahraga, kebugaran jasmani, dan gaya hidup sehat lebih unggul daripada sekolah
non wawasan olahraga dan kebugaran jasmani
8. Sistem
Monitoring dan Evaluasi
*
Penilaian perolehan akademik
*
Penilaian pengetahuan olahraga, fitness,
dan life style
*
Penilaian penampilan olahraga
*
Penilaian
status kebugaran jasmani (lihat format A pada halaman berikutnya)
*
Penilaian
Partisipasi dalam kegiatan olahraga dan kebugaran jasmani di luar sekolah
(lihat format B pada halaman berikut nya)
*
Penilaian Sikap
9. Pengelolaan Waktu Pembelajaran
Banyak
contoh model pendidikan jasmani orientasi pembinaan gaya hidup aktif sepanjang
hayat yang sudah menunjukkan hasil yang baik, tanpa harus merubah kurikulum
yang ada baik dari sisi jumlah jam maupun materi pelajarannya dan hal ini
potensial dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia melalui kerjasama dengan
pihak sekolah (Suherman, A., 2011). Beberapa diantara program tersebut misalnya
·
Model pertama: membagi jam
pelajaran penjas
Membagi
jam pelajaran penjas (90 menit) menjadi 3 pertemuan (masing-masing 30 menit).
Latihan gaya hidup aktif dilakukan secara terintegrasi dengan materi
pembelajaran pendidikan jasmani sehingga tidak mengabaikan esensi pembelajaran
penjas secara keseluruhan.
·
Model kedua: penambahan waktu
20 menit sebelum masuk sekolah
20
menit sebelum masuk sekolah dari jam 06.40 hingga jam 07.00 selama 3 x
perminggu, misalnya hari Selasa, Kamis, Sabtu.
·
Model ketiga: waktu istirahat
Siswa
diberi kesempatan untuk melakukan latihan kebugaran pada waktu istirahat. Bila
perlu alokasi waktu istirahat ditambah. Demikian juga, bila perlu jam istirahat
diatur dengan cara sebagai berikut:
-
Kelas
satu pada jam ke dua dan ke tiga
-
Kelas
dua pada jam ke tiga dan ke empat
-
Kelas
tiga pada jam ke lima dan ke enam
·
Model keempat: program individu
Program
kebugaran individu dapat dilakukan dengan dua cara:
- siswa diberi
kesempatan untuk berlatih sendiri pada waktu, tempat, dan jenis kegiatan yang
ditentukan oleh siswanya.
- siswa diberi
kesempatan untuk berlatih sendiri pada waktu dan tempat yang ditentukan oleh
siswanya namun pada aktivitas belajar yang sudah ditetapkan seperti yang
terjadi pada strategi “self-instruction” (Siedentop, 1991; Judith, 2002)
atau “mastery learning” (Joyce, dkk., 1996). Pada model ini yang penting
adalah siswa menunjukkan bukti yang diharapkan sekolah, misal dikuasainya suatu
kompetensi atau melakukan latihan 3 x perminggu.
·
Model lain:
Bila
sekolah sudah punya wewenang penuh mengatur alokasi waktu dari setiap mata
pelajaran, bisa saja sekolah tersebut menambah alokasi waktu penjas baik dalam
bentuk intra maupun ekstra.
Apa
yang diajarkan oleh para guru pendidikan jasmani di sekolah sekolah sekarang
ini sangat mungkin menjadi faktor utama pembentuk kebiasaan (habit) dan sikap
yang dapat dibawa sampai hari tua. Masalah-masalah yang terkait dengan gaya hidup aktif dan kebugaran jasmani dalam
lingkup pendidikan jasmani memang sangat kompleks dan tidak bisa dipecahkan secara
sederhana, namun dengan membiarkannya, masalah itu mungkin akan menjadi lebih
serius lagi.
Penanaman
gaya hidup aktif sepanjang hayat melalui pembelajaran pendidikan jasmani di
sekolah-sekolah masih tetap merupakan pilihan utama dalam rangka mengatasi
permasalahan semakin meningkatnya penyebab kematian akibat kurang gerak. Sekolah merupakan tempat strategis penanaman
gaya hidup aktif selain karena populasi usia sekolah sangat besar tetapi juga
karena sekolah ditugaskan untuk mempersiapkan siswa agar kelak mampu kehidupan
yang lebih baik di masyarakatnya. Penanaman kebiasaan “Hidup Aktif dan Sehat Sepanjang Hayat” melalui pembelajaran pendidikan
jasmani harus menjadi prioritas daripada sekedar meningkatkan prestasiolahraga
atau kebugaran jasmani siswa mengingat gaya hidup aktif sepanjang hayat akan
lebih menjamin kesehatan pelakunya. Di sisi lain potensi untuk membantu siswa
memiliki gaya hidup aktif melalui pendidikan jasmani sangat memungkinkan baik
dilihat dari dimensi kurikulum, aktivitas fisik nyang digemari siswa, sarana
prasarana, termasuk jam pelajaran yang dialokasikan oleh kurikulum, namun
demikian pengetahuan, komitmen, dan kreativitas para guru pendidikan jasmani
dan olahraga di lapangan sangat diperlukan agar mampu menerapkan pembalajaran
kebugaran jasmani di sekolah-sekolah. Implementasi pembelajaran kebugaran
jasmani yang baik tidaklah merubah kurikulum pendidikan jasmani yang ada dan
berlaku sekarang melainkan merupakan bagian integral dari pendidikan jasmani
yang ada dan berlaku sekarang.
E. MANFAAT GAYA HIDUP AKTIF DAN KEBUGARAN JASMANI
Mungkin kita semua
sudah terbiasa mendengar pernyataan bahwa kebiasaan hidup aktif termasuk olahraga
sangat bermanfaat bagi kehidupan baik individu maupun masyarakat, atau bahkan
mungkin sudah merasa bosan
mendengarnya, karena tanpa
ditunjang oleh bukti-bukti atau realitas yang meyakinkan. Oleh karena itu bisa
jadi diantara kita ada yang ingin
mengetahui lebih dalam dan lebih jauh
lagi mengenai bukti-bukti
manfaat dari gaya hidup aktif yang lebih bisa dipercaya dan masuk akal atau
logis. Para guru pendidikan jasmani harus mengetahui manfaat
gaya hidup aktif terhadap berbagai aspek kehidupan karena gaya hidup aktif erat
kaitannya profesi guru pendidikan jasmani yang kualitasnya harus selalu
ditingkatkan dari waktu ke waktu. Untuk itulah berikut ini dipaparkan manfaat gaya hidup aktif terhadap berbagai aspek kehidupan
berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terkini baik dari dimensi
kesehatan, perolehan hasil akademik, maupun dimensi ekonomi. Pemahaman lebih dalam lagi tentu saja harus ditunjang
dengan belajar mandiri dengan cara mencari, menganalisis, dan bahkan kalau memungkinkan meneliti sendiri dampak
gaya hidup aktif terhadap berbagai dimensi sebagaimana tersebut di atas
sehingga para penyandang profesi pendidikan jasmani memiliki keyakinan yang
kuat yang didapatkan berdasarkan pengalaman dan bukti yang dihasilkan sendiri. Berdasarkan keyakinan yang kuat itulah, kita berusaha memperbaiki
dan meningaktkan kualitas diri dan kualitas pendidikan jasmani agar berdampak
terhadap gaya hidup aktif yang memberi manfaat bagi kehidupan sebagaimana akan
dijelaskan berikut ini.
Gaya hidup aktif yang
diperoleh melalui pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga di sekolah
diyakini oleh para ahli dan sudah terbukti dapat memberi kontribusi secara
positif dan signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan yang lebih baik.
Beberapa aspek kehidupan yang sering mendapat manfaat dari gaya hidup aktif
antara lain adalah dimesi kesehatan, perolehan hasil akademik siswa, dan
dimensi ekonomi.
1. Olahraga dan
Kesehatan
Dampak pendidikan jasmani
dan olahraga terhadap kesehatan merupakan realitas yang paling populer diyakini
olah masyarakat pada umumnya. Para ahli meyakini bahwa pendidikan
jasmani yang dirancang dengan baik sangat menguntungkan bagi kesehatan,
termasuk di dalamnya menurunkan resiko penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, obesitas, kanker,
dan kesehatan mental (Kirk, D’Sollivan dan Macdonald, 2006). Begitu pula yang
diungkapkan Wuest dan Bucher (1995), penyaluran gerak yang terprogram dan
berkesinambungan akan bermanfaat
untuk mengatur
berat badan dan komposisi tubuh,
mengurangi
resiko penyakit jantung, obesitas, self
esteem, percaya diri, dan hubungan antar teman.
Reviu terhadap beberapa
hasil penelitian (yang dipublikasikan dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005)
tentang keuntungan kebiasaan melakukan aktifitas fisik terhadap kesehatan
(Brown, Burton, & Rowan, 2007) menunjukkan bahwa aktifitas fisik yang
dilakukan secara teratur mampu menurunkan resiko terkena berbagai penyakit non
infeksi seperti kardiovaskuler, diabetes tipe 2, dan beberapa penyakit kanker
pada perempuan antara 14 – 58%. Seseorang
yang tidak melakukan olahraga memiliki resiko dua kali terkena penyakit kanker
daripada seseorang yang aktif melakukan olahraga. Olahraga berpotensi mencegah
terjadinya osteoporosis secara dini dan juga berdampak positif terhadap phychological well-being seseorang
(Brown, 2008). Peranan utama olahraga adalah vaskularisasi atau pembentukan
saluran-saluran darah lebih banyak. Dengan demikian, walaupun seandainya ada
serpihan lemak terlepas dan menyumbat pembuluh darah, masih banyak pembuluh
darah di sekitarnya yang dapat mengalirkan darah ke jaringan tubuh yang
menderita akibat sumbatan sebelum
kerusakan fatal (antara hidup dan mati) terjadi (Cooper, 1982).
Kebiasaan melakukan
aktivitas fisik dapat meningkatkan status kesehatan, kualitas hidup, fungsi
tubuh pada usia menengah dan memperoleh keuntungan pencegahan dari berbagai
penyakit non infeksi pada masa tua. Brown, Burton, and Heesch, (2007) melakukan
penelitian longitudinal terhadap kesehatan perempuan di Australia yang berusia
18-23 tahun (early life), usia 45-50
tahun (mid life), dan usia 70-75
tahun (older life), hasilnya
diilustrasikan ke dalam gambar berikut ini.
Dari hasil penelitian
tersebut dapat disampaikan bahwa, pertama gaya hidup aktif pada masa
kanak-kanak dan masa paruh baya berguna untuk memperlambat menurunnya fungsi
tubuh, pencegahan dari penyakit kronik, dan hidup ketergantungan dari orang
lain. Kedua, bagi mereka yang semasa kanak-kanak terbiasa aktif namun
pada masa paruh baya tidak aktif, maka pada usia itu fungsi tubuhnya akan
drastis menurun (lihat garis putus-putus pada gambar di atas) mendekati batas
kemampuan fungsi tubuh mereka yang tidak memiliki gaya hidup aktif dan memiliki
potensi yang sama terkena berbagai penyakit kronik seperti mereka yang tidak
memiliki gaya hidup aktif.
Beberapa pendapat dan
hasil penelitian lainnya terkait kesehatan, misalnya Brown, Burton, & Rowan
(2007), “People who meet the physical
activity guidelines of 30 minutes of moderate intensity activity on most days
each week have reduced risk of developing cardiovascular disease, type 2
diabetes, and some cancers”. Brown, et
al. (2007), mengatakan, “moderate
exercise may also be protective for osteoarthritis”. Selanjutnya, U.S.
Department of Health and Human Services (1996),
mengatakan, “New evidence suggests that vigorous activity in the over 50s is
associated with significant benefits in terms of delaying the onset of
disability in old age”.
Kesehatan dan kebugaran
jasmani tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu ciri manusia unggul yang
kehadirannya sangat diharapkan baik sekarang maupun di masa depan. Bagi para
pekerja usia produktif, apakah mereka berada di perkantoran, pabrik-pabrik atau
tempat kerja lainnya, kesehatan dan kebugaran merupakan prakondisi mewujudkan
kinerja yang optimal. Sebab dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka memiliki
daya tahan terhadap stress, berbagai penyakit degeneratif dapat dicegah, dan
menjalani kegiatan sehari-hari menjadi lebih bergairah. Dengan demikian
produktivitas akan semakin meningkat.
Bila mereka memasuki usia lanjut dan mereka tetap melakukan olahraga yang dapat menjaga kesehatan dan kebugarannya, maka mereka akan lebih siap menghadapi usia tua. Karena, mereka lebih mandiri, kuat dan ceria sehingga proses penuaan dapat diperlambat. Dengan demikian harapan hidup (life expectancy) mereka semakin meningkat. Angka harapan hidup diyakini sebagai indikator penting bagi kondisi kualitas hidup masyarakat di suatu negara, walaupun dibanding sejumlah negara di Asean, angka harapan hidup Indonesia masih tergolong rendah (CIA World Factbook, 2011)
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kesenangan dan kebiasaan melakukan aktifitas fisik secara
teratur sudah banyak terbukti memberikan pengaruh yang positif terhadap
kesehatan dan kemampuan fungsi tubuh yang secara langsung pula mempengaruhi
ketenangan, konsentrasi, keseriusan, produktivitas, dan kesejahteraan hidup.
Permasalahan pendidikan jasmani merupakan permasalahan penanaman gaya hidup
aktif dan juga merupakan permasalahan kesehatan yang dapat berdampak bukan saja
pada individu tetapi juga pada bangsa dan negara. Implikasinya adalah bahwa
permasalahan pendidikan jasmani harus merupakan bagian integral dari
permasalahan pendidikan dan kehidupan secara menyeluruh.
2. Olahraga dan Prestasi Akademis
Mungkin ada sebagian atau
bahkan banyak orang yang
mempunyai prasangka bahwa siswa yang berprestasi dalam pendidikan jasmani
seringkali mempunyai rata-rata nilai akademik yang kurang. Namun sampai
sekarang ini, prasangka tersebut belum terbukti
kebenarannya. Bahkan beberapa pandangan, khususnya neuroscience dan bukti-bukti
empirik di lapangan menentang prasangka tersebut.
Pendidikan
jasmani potensial menunjang kemampuan akademis karena pendidikan jasmani
memliki kontribusi/ outcome unik yang
tidak dimiliki oleh mata pelajaran lain, yaitu peningkatan kebugaran jasmani,
kemampuan gerak, dan pengetahuan tentang gerak dan kebugaran.
Selanjutnya,
Kirk, Naurught,
Hanrahan, Macdonald & Jobling (1996) mengemukakan alasan mengapa
terdapat keterkaitan antara latihan fisik dengan fungsi kognitif, “ . . . exercise in older individual may slow neurological deterioration. For younger individuals,
exercise may increase the vascular development of the brain as well as increase
the number of synapses in the cerebellar cortex in the brain”. Berikutnya,
Brown, et al. (2007) mengemukakan
bahwa, “Activity is associated with
reduced risk of depression and cognitive decline)
Dari
pendapat di atas tertuang bahwa aktivitas fisik dapat memelihara dan
meningkatkan fungsi otak. Kemampuan belajar seseorang sangat ditentukan
oleh kemampuan kerja organ yang disebut
“otak”. Otak memiliki area-area penting seperti; basal ganglia, cerebellum ,cortex, system limbic, hipocampus dan corpus
collosum (Jensen Eric, 2008). Area-area dalam otak tersebut memiliki peran
penting dalam proses pembelajaran. Sehingga makin baik fungsi otak makin baik
pula hasil belajarnya.
Selanjutnya
Dishman R. K., et.al., (2006), dari Department
of Exercise Science, The University of Georgia melaporkan hasil
penelitiannya.
Voluntary
physical activity and exercise training can favorably influence brain
plasticity by facilitating neurogenerative, neuroadaptive, and neuroprotective
processes. . . . These adaptations in the central nervous system have
implications for the prevention and treatment of . . . the decline in cognition
associated with aging, and neurological disorders.
Etnier
& Landers (1995) dalam Auweele Vanden Yves et al, (1999:149) menjelaskan
hubungan positif antara aktifitas fisik dengan fungsi kognitif sebagai berikut:
Exercise has a direct impact upon the brain and that
this direct effect may then indirectly mediate influences of exercise upon
brain functioning. In particular, evidence shows that exercise has an impact on
cerebral blood flow, neurotransmitter availability, brain structure and neural
efficiency, and to improve cognitive functioning.
Beberapa
alasan adanya keterkaitan antara aktivitas fisik dan otak sebagaimana tertera
dalam kutipan tersebut di atas antara
lain adalah 1) peningkatan aliran darah yang menuju ke otak (cerebral blood flow). Olahraga dapat
meningkatkan sirkulasi darah yang memungkinkan
neuron-neuron mendapatkan lebih banyak oksigen dan nutrient; 2)
ketersediaan neurotransmiter (neurotransmitter
availability). Olahraga yang teratur akan meningkatkan ketersediaan
neurotransmiter. Jensen (2008)
menjelaskan bahwa,” Aktifitas jasmani dapat memicu pelepasan neurotrofin, NGF (nerve growth factor), dopamine,
dan adrenalin-noradrenalin yang dapat
meningkatkan pertumbuhan, mempengaruhi suasana hati, menyimpan memori, dan
meningkatkan koneksi antarneuron”. 3) struktur otak dan efisiensi persyarafan (brain structure and neural efficiency).
Fred Gage (2000) seorang neurobiologis dan ahli genetika di Institut terkemuka
di dunia, Salk Institute di La Jolla,
California, mengatakan bahwa olahraga yang teratur dapat menstimuli
pertumbuhan sel-sel otak baru dan memperpanjang ketahanan sel-sel yang masih
ada. 4) olahraga memperbaiki fungsi kognitif ( to improve cognitive functioning).
Sejalan
dengan itu, para ilmuwan dari Department
of Psychological and Brain Sciences, Dartmouth College, Hanover, NH, USA,
Hopkins, et.al., (2012), melaporkan hasil penelitiannya dan mengemukakan bahwa
“Regular physical exercise enhanced
recognition memory and decreased stress”, temuan lainnya yang juga sama
pentingnya adalah bahwa aktivitas jasmani seperti olahraga dapat memicu
pelepasan BDNF (brain derive neutropic factor), sebuah faktor neurotropik yang
berasal dari otak. BDNF merupakan
faktor penting untuk meningkatkan kognisi dengan memacu kemampuan neuron-neuron
untuk berkomunikasi satu sama lain dan pertumbuhan syaraf baru terutama pada
bagian hipokampus, “BDNF are important
for synaptogenesis and neurogenesis, especially in the hippocampal region”.
Untuk
memperkuat keyakinan tersebut berikut ini penulis mereviu beberapa hasil
penelitian yang berhubungan dengan pendidikan jasmani dan hasil belajar siswa
yang telah dihimpun oleh the University
of Western Australia sebagai berikut (dapat ditemukan di dsr.wa.gov.au).
a.
Penelitian intervensi
terkait dengan perolehan skor akademik melalui pemberian program aktivitas
fisik dan pendidikan jasmani menyimpulkan bahwa:
·
Intervensi program
pendidikan jasmani yang diberikan selama dua tahun secara signifikan
meningkatkan skor matematik siswa (Hollar, Massiah et.al, 2010, University of
Miami)
·
Rata-rata perolehan
hasil akademik kelompok siswa yang memperoleh tambahan program pendidikan
jasmani lebih tinggi secara signifikan pada tahun ajaran ke dua dari pada
kelompok siswa yang tidak memperoleh tambahan program penjas (Stephard and
Lavallee, 1994, University of Toronto)
·
Keterlibatan siswa pada
aktivitas fisik yang lebih berat di luar sekolah berdampak terhadap perolehan
skor hasil tes yang lebih baik (Coe, Pivarnik, Womack, et.al. 2006, Michigan
State University)
·
Program 20 menit
aktivitas jalan kaki dengan menggunakan treadmill
berpengaruh terhadap pemahaman baca (Hillman, Pontifex, et.al. 2009,
University of Illinois).
b.
Hasil penelitian korelasi
pendidikan jasmani dan perolehan hasil akademik menyimpulkan bahwa
·
“Physical
activity was a significant, positive predictor of academic achievement. Body
mass index, diet and physical activity explained up to 24% of the variance in
academic achievement after controlling for gender, parental education, family
structure and absenteeism”. (Sigfusdottir,
Kristjanson et.al. 2006, Reykjavik University);
·
“There
was a significant, positive link between physical activity participation and
academic performance”. (Lidner, 2002, The
University of Hongkong);
·
“Higher
physical fitness, physical capacity and physical activity were associated with
higher school ratings of scholastic ability”.
(Dwyer, Sallis et al., 2001, University of Tasmania);
·
“Students
who reported a greater level of exercise spent more time in sport and achieved
higher grade point averages”. (Field, Diego et al,
2001, University of Miami School of Medicine)
·
“Greater
physical activity level was associated with positive achievement orientation’.
(Sallis, Prochaska J., dan Taylor W., 2001, University of Tasmania).
Bahkan lebih dari itu, beberapa
hasil penelitian intervensi dari Coe DP, et.al. (2006), Ahamed Y. (2007), Dwyer
T. (1979), Dolman J.(2006), Sallis J.F. (1999), dan Stephard R.J. (1997) menyimpulkan
bahwa, “Children can spend less time in
academic learning and more time being physically active during the school day,
without affecting academic success or progress”.
Memperkuat beberapa hasil penelitian
tersebut di atas, pernyataan Jensen, E. (2008), dari New York Academy of Sciences dan
the President’s Club at the Salk Institute of Neuroscience, cukup menarik
untuk disimak, “Like six blind men
describing different parts of an elephant, they are all addressing the same
issue but from different viewpoints. They are all correct in revealing how
physical experience affects the brain. Each of their viewpoints is valid, yet
incomplete by itself”.
Selanjutnya
beliau menambahkan bahwa berdasarkan sudut pandang neuroscience, pendidikan jasmani mengungkap informasi yang tidak
terungkap dari disiplin ilmu manapun, yaitu: 1) “exercise is highly correlated with neurogenesis, the production of new
brain cells, . . . 2) exercise upregulates a critical compound called
brain-derived neurotrophic factor, . . . 3) neurogenesis is correlated with
improved learning and memory, . . . 4) neurogenesis appears to be inversely
correlated with depression”
Lebih lanjut Jensen (2008)
mengemukakan, “When the studies are well
designed, there is support for physical activity in schools. So the
interdisciplinary promotion of physical activity as a’brain-compatible’
activity is well founded. . . . brains benefit from physical activity in many
ways”
Uraian
sebagaimana dijelaskan di atas memberi keyakinan pada kita
tentang pentingnya pendidikan jasmani terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Bahkan Jensen (2008) mempertegas
bahwa
aktivitas fisik masih merupakan salah satu cara terbaik untuk menstimulasi otak
dan meningkatkan pembelajaran.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktifitas fisik bukan saja
memperbaiki kebugaran tubuh tetapi juga memperbaiki struktur dan fungsi memori, yang pada akhirnya berdampak terhadap kemampuan belajar
siswa.
3. Olahraga dan Ekonomi
Dimensi lain dari dampak
pendidikan jasmani dan olahraga yang kurang populer di lingkungan masyarakat
pada umumnya, namun memiliki nilai kehidupan yg tidak kalah pentingnya adalah
ekonomi; kegiatan olahraga dapat mendorong tumbuhnya ekonomi, dan bahkan
mendatangkan keuntungan langsung. Dalam banyak kasus, negara yang secara
ekonomi maju, seringkali memiliki perkembangan kemajuan keolahragaan yang maju
pula, misal perkembangan olahraga di Amerika, Australia, Perancis, Inggris, dan
Jepang telah berkembang begitu pesat. Dari segi prestasi, terutama dalam Olympic Games, mereka telah mampu
menempatkan dirinya di papan atas. Demikian juga dari perspektif tingkat
kesehatan masyarakat yang diukur dari angka kematian bayi dan angka harapan
hidup, negara-negara maju juga lebih unggul.
Namun demikian, tidak
berarti prestasi tinggi hanya terjadi pada negara-negara yang secara ekonomi
lebih maju. Brasil secara ekonomi barangkali jauh di bawah negara-negara maju
seperti Perancis, Jerman, dan Italia. Ditinjau dari Gross Domestic Product (GDP) per
kapita, Brasil berada para peringkat 78 dengan GDP per kapita hanya US$ 9.703, sementara ketiga negara tersebut masing-masing adalah
US$ 33.509 (peringkat 23), US$ 34.212 (peringkat 21),
dan US$ 30.365 (peringkat 25). Sebuah perbedaan yang sangat signifikan, karena lebih
dari tiga kali lipat (wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_PDB). Akan
tetapi, Brazil memiliki tradisi prestasi sepakbola yang lebih tinggi dibanding
ketiga negara tersebut. Sementara itu, Indonesia berada pada peringkat 120
dengan GDP per kapita sebesar US$
4.000
Dengan demikian untuk
membangun olahraga tidak harus selalu menunggu negara maju atau secara ekonomi
sejajar dengan negara-negara maju. Justru yang perlu didorong adalah bagaimana
olahraga dijadikan salah satu instrumen untuk membangun ekonomi melalui antara
lain peningkatan kualitas dan kesehatan hidup bangsanya sebagaimana dikemukakan
oleh Department of Medical Economics of the Institute of Social and Preventive
Medicine and the University Hospital of Zurich (2001), “the promotion of
health-enhancing activity is of great importance not only for reasons of
individual quality of life and health, but also on economic grounds”.
Dilihat dari biaya
perawatan kesehatan, Lutan (2001) mengemukakan, “Penghematan ongkos kesehatan
per kapita per tahun karena aktif berolahraga ditaksir sekitar $ 330 di AS. Di
Kanada, penghematan diperkirakan mencapai $ 364 per orang yang aktif
berolahraga. Berdasarkan hasil studi tentang ongkos perawatan sakit dan keadaan
saat sekarang tentang kurang gerak, maka sebesar $ 580 juta dalam biaya pengobatan
tahunan (termasuk biaya obat, dokter, perawatan di rumah sakit, dan di rumah)
untuk penyakit jantung ischemic dapat dihemat bila orang Kanada menjadi aktif
berolahraga. Setelah terjadi penurunan orang Kanada makin aktif sejak tahun
1981, penghematan itu mencapai $200 juta per tahun untuk perawatan/pengobatan
penyakit jantung ischemic”.
Lebih lanjut U.S. Department of Health and Human Services
(IHRA, 2009) melaporkan, “In the US, the
total cost of overweight and obesity in 2000 by some estimates was $117 billion
(12% of the national health care budget), with $61 billion direct and $56
billion indirect costs”.
Penelitian yang dilakukan Department of Medical Economics of the
Institute of Social and Preventive Medicine and the University Hospital of
Zurich mengungkap bahwa “Aktivitas fisik yang dilakukan oleh sebagian besar
populasi bangsa Swiss sudah mampu mencegah sebanyak 2,3 juta kasus penyakit,
3300 kematian, dan menghemat ongkos pengobatan 2,7 milyar francs setiap
tahunnya”. (Department of Medical Economics of the Institute of
Social and Preventive Medicine and the University Hospital of Zurich, 2001).
Hasil studi keuntungan ekonomi dari aktivitas jasmani di
Australia mengetengahkan bahwa “Every
dollar invested by the state government in the Community Sporting and
Recreation Facilities Fund (CSRFF) generate $2.36 in direct economic activity
and $6.51 in total economic activity. Sport in Australia generated a net income of
$8.8 billion in 2004/2005” (Department
of Sport and Recreation/dsr.wa.gov.au)
Beberapa hasil penelitian
lainnya (Louize Tze-ching Yen, et al.,
1991; Peter Leatt, et al., 1988; Joe Leutzinger dan Daniel Blanke, 1991;
Kenneth, 1991; Edington, 1992; dan Kenneth dan Pelletier, 1991), yang dilaporkan dalam sebuah majalah Business New
Hampshire Magazine, 10469575, Feb 93, Vol. 10, Issue 2 dengan judul Economic Benefits of Regular Exercise mengungkapkan bahwa ongkos pengobatan bagi pekerja perusahaan yang
masuk sebagai anggota klub kebugaran 55% lebih rendah daripada mereka yang tidak
masuk klub kebugaran dengan rata-rata selisih “$478.61 for participants vs.
$869.98 for non-participants”.
(Louize Tze-ching Yen, et al, 1991)
The Canadian
Life Assurance Company mengemukakan
bahwa “turnover among fitness program
participants was 32.4% lower over a seven-year period compared with
non-participants” (Leatt, P., et al,
1988).
Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa tingginya
partisipasi masyarakat dalam olahraga, ternyata tidak hanya mengurangi anggaran
kesehatan yang dikeluarkan pemerintah, tetapi pada sisi yang lain juga
meningkatkan produktivitas. Union Pacific Railroad menyampaikan
hasil penelitiannya bahwa “80% of its
employees believed that their exercise program was helping them be more
productive at work. 75% though that regular exercise was helping them achieve
higher levels of relaxation and concentration at work” (Joe Leutzinger dan
Daniel Blanke, 1991). Selanjutnya, Edington (1992) mengemukakan, “Dupont reduced absenteeism by 47.5% over six
years for its corporate fitness program participants”. Demikian juga
Kenneth dan Pelletier (1991) mengemukakan bahwa “corporate fitness program had a 250% return on investment; $2.51 for
every $1 invested over a seven-year period.”
Fakta lain juga menunjukkan bahwa olahraga memiliki
kontribusi yang signifikan pada upaya mengurangi pengangguran. Data di Inggris
(Sport Council, London, 1997)
menyebutkan bahwa kegiatan olahraga menyediakan lebih banyak lapangan kerja
dibanding industri mobil, pertanian, nelayan, dan industri makanan
Event olahraga yang dikelola dengan pendekatan bisnis serta
melibatkan sebanyak mungkin sponsor dapat memberi keuntungan ekonomi yang tidak
sedikit, sebagai contoh Olympiade tahun 1984 di Los Angeles diselenggarakan
dengan menghabiskan biaya tidak kurang dari 505 juta $US. Dari jumlah tersebut,
hampir separuhnya telah ditutup dari hak siar yang dibeli oleh jaringan
televisi ABC sebesar 225 juta $US, sejumlah besar perusahaan (32 perusahaan)
telah menjadi sponsor dengan nilai 4-13 juta $US, dan keuntungan dari menjual tiket
sebesar 15 juta $US. Selain itu, panitia juga menerima berbagai bantuan yang
diberikan untuk membangun fasilitas. Pembangunan velodrom dari kedai
makan-minum ditanggung perusahaan 7
Eleven. Kolam renang senilai 4 $US sepenuhnya dibiayai oleh McDonald. Pakaian seragam atlet dan
pelatih disediakan oleh Levis. Sistem
komputerisasi yang menggunakan 200 set komputer
kesemuanya disediakan oleh IBM.
Pengalaman keberhasilan ini pun kemudian diikuti oleh sejumlah negara dalam
menyelenggarakan event olahraga, sebagaimana
disampaikan oleh China Today November 5, 2004 (http://www.china.org.cn/english/sports/111340.htm),
sebagai berikut.
·
1984: Los
Angeles Olympic Games made profits of US $250 million.
·
1988: Seoul
Olympic Games made profits of US $300 million, a record high for a
government-run Olympiad.
·
1992:
Barcelona Olympic Games made profits of US $5 million.
·
1996:
Atlanta Olympic Games made profits of US $10 million.
·
2000: Sydney
Olympic Games Organizing Committee generated an income of US $1.756 billion.
·
2004: Athens
Olympic Games ended in a loss.
Di tingkat nasional, dipaparkan hasil penyelenggaraan PON
XV, 2000 di Jawa Timur sebagai contoh kasus (Ditjora, 2005), selain sukses
penyelenggaraan, pemberdayaan ekonomi rakyat juga menjadi agenda utama yang
dicanangkan panitia penyelenggara ketika itu. Dari laporan bidang pembedayaan
ekonomi rakyat, diperoleh data yang menggembirakan. Dari penyelenggaraan PON XV
dapat dibina pengusaha kecil sebanyak 784 buah, terdiri dari pengusaha makanan,
minuman, produk kerajinan,konveksi, dan sebagainya.
Dari event PON
juga dapat digelar 31 pameran yang tersebar di tujuh kota besar di Jawa Timur,
yakni: Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Jember, Madiun, Malang, dan Gresik. Dalam
pameran tersebut berhasil melibatkan 1104 usaha kecil, 550 usaha menengah,
dengan jumlah pengunjung sekitar 500.000 orang
dan dengan omzet sekitar 110 milyar. Itu belum termasuk kegiatan di
bidang wisata, transportasi, dan pentas seni budaya.
Fakta lainnya menunjukkan (Ditjora, 2004) adanya
keterkaitan antara Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dengan indeks SDI.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kemajuan ekonomi suatu wilayah
berhubungan erat dengan tingkat kemajuan pembangunan olahraganya. Propinsi yang
memiliki PDRB tinggi ternyata juga memiliki indeks SDI yang tinggi pula.
Demikian juga terkait sejumlah klub besar, terutama dalam
cabang olahraga sepakbola. Klub seperti Real
Madrid, Manchester United, dan AC
Milan, mereka memiliki kekayaan triliunan rupiah. Memiliki klub sepakbola
ibarat memiliki sebuah perusahaan. Dari klub tersebut bisa diperoleh pendapatan
dan menjadi mesin uang bagi mereka yang memiliki saham.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pendidikan
jasmani dan olahrga memiliki nilai ekonomis baik secara individual bagi para
pelakunya maupun secara komunal bagi suatu lembaga, bangsa, atau negara yang
memperhatikan dan mengelola olahraga dengan baik.
Pendidikan
jasmani dan olahraga di sekolah-sekolah diharapkan dapat menggiring pada
terciptanya gaya hidup aktif dan sehat sepanjang hayat semua warga negaranya.
Berdasarkan hasil kajian, telaahan, dan hasil penelitian sudah cukup terbukti
bahwa kesenangan dan kebiasaan melakukan aktivitas jasmani memberi dampak yang
luar biasa terhadap beberapa dimensi kehidupan. Dimensi yang paling banyak
mendapat perhatian dan sangat populer di masyarakat adalah dimensi kesehatan.
Namun demikian dimensi yang juga sangast penting namun belum begitu populer
karena berbagai buktinya belum cukup banyak di masyarakat adalah dimensi
perolehan hasil akademik siswa dan ekonomi. Kegiatan belajar dua ini memberi
berbagai alasan dan bukti-bukti terkini mengenai manfaat kesenangan dan
kebiasaan melakukan aktivitas ffisik terhadap kesehatan, perolehan hasil
akademik siswa, dan ekonomi. Para pembaca diharapkan menelaah dan mempelajari
lebih jauh dari berbagai sumber lain untuk memperkuat dan mengkritisi berbagai
alasan dan hasil penelitian yang tertuang dalam uraian kegiatan belajar ini.
Dengan demikian para guru pendidikan jasmani akan mendapat keyakinan yang lebih
baik tentang dampak positif yang sangat luar biasa dari profesi yang
dikerjakannya selama ini.
Daftar Rujukan
Aliance American for Health, Physical Education, Recreation, and Dance.
(1999). Physical Education for Lifelong
Fitness: The Physical Best Teacher’s Guide. AAHPERD. Champaign, IL: Human
Kinetics.
Brown Wendy J., (2008), “Physical Activity and Sedentary Behaviors in
Adults: does ‘sport for all’ play a role in the prevention of Health
promotion”, dalam 12th World Sport for
All Congress 2008, Proceedings, Malaysia November 3_6, 2008
Brown Wendy J., (2008), “Physical Activity and Sedentary
Behaviors in Adults: does ‘sport for all’ play a role in the prevention of
Health promotion”, dalam 12th World Sport
for All Congress 2008, Proceedings, Malaysia November 3_6, 2008
Brown WJ, Burton NW, dan Rowan PJ. (2007). “Updating the
evidence on physical activity and health in women”. American Journal of Preventive Medicine, 33(5), 404-411
Coe DP, et.al., (2006), Effect of physical education and
activity levels on academic achievement in children. Medicine and Science in Sports and Exercise. 2006;38(8):1515.
Cooper, K. (1982). Aerobik.
Alih bahasa oleh Antonius Adiwiyoto, Gramedia, Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2008); Peningkatan Gaya Hidup Aktif Menuju
Indonesia Sehat 2010, Paparan Presentasi, Disajikan Pada Konvensi Nasional
Pendidikan Jasmani, Pendidikan
Kesehatan, Rekreasi, Olahraga Dan Tari, Bandung 24 November 2008
Department of
Medical Economics of the Institute of Social and Preventive Medicine and the
University Hospital of Zurich, Economic
benefits of the health-enhancing effects of physical activity: first estimates
for Switzerland, 3Health Enhancing Physical Activity.
(http://sgsm-ssms.ch/ssms_publication/file/79/7-2001-3.pdf)
Dishman, R.K., et.al. (2006), Neurobiology of exercise, Obesity
(Silver Spring) 2006 Mar: 14(3): 345–Department of Exercise Science, The
University of Georgia
Ditjora, (2004). Pengkajian Sport
Development Index (SDI), Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan
Olahraga, Ditjora. Jakarta.
Ditjora, (2005). Pengkajian Sport
Development Index (SDI), Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan
Olahraga, Ditjora. Jakarta
Dwyer T., Et.al., (2001), Relation of academic
performance to physical activity and fitness in children. Pediatric Exercise Science. 2001;13:225-237.
Etnier & Landers (1995) dalam
Auweele Vanden Yves et al, (1999), Psychology
for Physical Educator, Champaign Illinois: Human Kinetics.
Field T, Diego M, Sanders CE., (2001), Exercise is
positively related to adolescent’s relationships and academics, Adolescence. 2001;36(141):105
Fred.H.
Gage, et al., Neurogenesis in
the adult human hippocampus, Nature Medicine, 4(11): 1313-7,
1998. 887
Harsono, (1988), Coaching:
dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching,CV Tambak Kusuma, Indonesia
Hillman CH, et. al., (2009), The effect of acute
treadmill walking on cognitive control and academic achievement in
preadolescent children. Neuroscience.
2009;159(3):1044-1054
Hollar, Massiah et.al, 2010 University of Miami); Hollar
D, et.al., (2010), Effect of a two-year obesity prevention intervention on
percentile changes in body mass index and academic performance in low-income
elementary school children. American
Journal of Public Health. 2010;100(4):646
Hopkins, et.al., (2012), Differential effects of acute and
regular physical exercise on cognition and affect,
Science, Department of
Psychological and Brain Sciences, Dartmouth College, Hanover, NH, USA, (http://www.sciencedirect.com/science)
Jensen, E. P., (2008) 4.20; 4.21; A Fresh Look at
Brain-Based Education, Phi Delta Kappan February 2008
Jensen, Eric (2008), Brain-Based Learning (Pembelajaran Berbasis
Otak), Pustaka Pelajar Yogyakarta
Joe Leutzinger
dan Daniel Blanke, (1991), Economic benefits of regular exercise, Business New Hampshire Magazine, ,
10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Kenneth, (1991), Economic benefits of regular exercise, Business New Hampshire Magazine,
10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Kirk, Macdonald & D’Sollivan (2006),
The Handbook of Physical Education, Sage Publication, London
Leatt, P., et al (1988), Economic benefits of
regular exercise, Business New Hampshire
Magazine, 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Lidner KJ. (2002), The physical activity participation
–academic performance revisited: Perceived and actual performance and the
effect of banding (academic tracking). Pediatric
Exercise Science. 2002;14:155-169.
Louize
Tze-ching Yen, et al (1991); , dalam Business New Hampshire Magazine, Economic benefits of regular exercise,
10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Louize
Tze-ching Yen, et al (1991); , dalam Business New Hampshire Magazine, Economic benefits of regular exercise,
10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Lutan, Rusli, (2002). Menuju Sehat dan
Bugar, Jakarta: Depdiknas. Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Bekerja
Sama dengan Direktorat Jendral Olahraga
Lutan, Rusli, et al. (2001). Pendidikan
Kebugaran Jasmani: Orientasi Pembinaan di Sepanjang Hayat, Jakarta:
Depdiknas. Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Bekerja Sama dengan Direktorat
Jendral Olahraga. 3.2 Rusli Lutan (2001)
Pate, et.al
(1995), Physical Activity and Public Health, The Jurnal of The American Medical Association (JAMA)
1995;273:402-407,
PMSEIC
(Prime Minister’s Science, Engineering And Innovation Council), “Promoting Healthy Ageing In Australia” (http://www.innovation.gov.au/)
Ratliffe. Thomas., and Ratliffe, Laraine , M., (1994), Teaching Children Fitness: Becoming a Master
teacher, Human Kinetics Publisher, Inc.
Sallis J, Prochaska J, Taylor W., (2000), A review of
correlates of physical activity of children and adolescents. Med Sci Sports Exerc. 2000;32:963-975.
Sallis JF, Patrick K. Physical
activity guidelines for adolescents: consensus statement. Pediatr Exercise Sci 1994;6:302-14
Sigfusdottir ID, Kristjansson AL, Allegrante JP., Health
behaviour and academic achievement in Icelandic school children, Health Education Research. June 9, 2006
Steinhard, M. A. (1992), “Physical Education”, Handbook of Research on Curriculum, AERA. Austin, Texas: MacMillan
Publishing Company.
U.S.
Department of Health and Human Services (HHS, 1996), Physical Activity and Health: a report of the surgeon general. Atlanta, GA, CDC, Diunggah dari: http://www.cdc.gov/nccdphp/sgr/pdf/mm.pdf
World Factbook perkiraan 2011, Daftar negara menurut angka harapan hidup,
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_PDB
(Product Domestic Bruto)
Wuest, Deborah A and Bucher, Charles A.
(1995), Foundations of Physical Education
and Sport, St Louis Mosby
0 Response to "ARTIKEL DAN MAKALAH TENTANG KESEHATAN JASMANI DAN ROHANI "
Posting Komentar