Latest Updates

ARTIKEL DAN MAKALAH TENTANG KESEHATAN JASMANI DAN ROHANI



PEMBINAAN KEBUGARAN JASMANI, GAYA HIDUP AKTIF, DAN SEHAT SEPANJANG HAYAT


A.  PENGERTIAN
Kebugaran jasmani didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti sehingga masih dapat menikmati waktu luangnya.Kebugaran jasmani dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yakni: 1) kebugaran statis dalam arti kata keadaan seseorang yang bebas dari penyakit, 2) kebugaran dinamis dalam arti kemampuan untuk bekerja efisien yang tidak memerlukan keterampilan, mmisalnya berjalan, mengangkat, dll, dan 3) kebugaran motoris dalam arti kemampuan untuk melakukan kerja dengan keterampilan tinggi dan efisien.                    (Wara Kushartanti: 2012)
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang sehat belum tentu bugar, sedangkan orang bugar semestinya sehat. Status kebugaran dapat dinilai dari komponen kebugaran yang dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu: 1) komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, meliputi: dayatahan jantung-paru, kekuatan dan daya tahan otot, kelentukan, komposisi tubuh, dan 2) komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan, meliputi: kecepatan, koordinasi, power, kelincahan, dan perasaan gerak. Program kebugaran jasmani berperan besar dalam menjaga kondisi tersebut.
Menurut Judith Rink dalam Mochamad Sajoto (1988: 43), kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar, guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu diperlukan.
Djoko Pekik (2004: 2) menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa timbul kelelahan yang berlebihan sehingga masih menikmati waktu luangnya. Dan,      Engkos Kosasih (1985: 10) mendefinisikan kebugaran jasmani sebagai suatu keadaan seseorang yang mempunyai kekuatan (strength), kemampuan (ability), kesanggupan, dan daya tahan untuk melakukan pekerjaannya dengan efisien tanpa kelelahan. Rusli Lutan (2002: 7), kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas.
Menurut Depdikbud (1997: 4), kebugaran jasmani pada hakekatnya berkenaan dengan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk melaksanakan tugasnya sehari-hari secara efisien dan efektif dalam waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti, dan masih memiliki tenaga cadangan untuk melaksanakan aktivitas lainnya.  
           T. Cholik Muthohir (1999) dalam Ismaryati (2006: 40), menyatakan bahwa kebugaran jasmani merupakan kondisi yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk melakukan tugas dengan produktif tanpa mengalami kelelahan yang berarti.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani merupakan komponen seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan efisien tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk melakukan aktivitas selanjutnya.

1.                  Gaya Hidup Aktif (Active Life Style)
            Kata kunci dari gaya hidup aktif adalah “semakin seseorang aktif, maka semakin baik”. Namun demikian, dalam rangka promosi gaya hidup aktif, setiap negara memiliki rujukan masing-masing. Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat USA (2008) membuat rekomendasi gaya hidup aktif bagi anak usia 6-17 tahun, isinya yaitu aktif secara fisik adalah selama total 60 menit atau lebih setiap harinya dan harus termasuk minimal tiga kali perminggu melakukan aktivitas aerobik kategori melelahkan, serta meliputi aktivitas fisik yang bervariasi. Sedangkan guideline aktivitas fisik untuk orang dewasa pada umumnya sekitar 20 sampai 30 menit, baiknya setiap hari, setidak-tidaknya tiga kali seminggu melakukan aktivitas dengan kategori sedang. Lebih jelasnya, Sallis J.F. dan Patrick K. (1994),  mengemukakan
all adolescents...be physically active daily, or nearly every day, as part of play, games, sports, work, transportation, recreation, physical education, or planned exercise, in the context of family, school, and community activities" and that "adolescents engage in three or more sessions per week of activities that last 20 minutes or more at a time and that require moderate to vigorous levels of exertion".

            Pate, et.al (1995) mengatakan, “Every US adult should accumulate 30 minutes or more of moderate-intensity physical activity on most, preferably all, days of the week”. Sementara itu, Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) mengemukakan aktivitas fisik sebagai berikut “. . . adalah aktivitas yg dilakukan oleh penduduk umur 15 tahun ke atas yang bersifat aktivitas berat, sedang maupun berjalan paling sedikit 10 menit tanpa henti untuk setiap kegiatan, dan kumulatif > 150 menit selama 5 hari dalam seminggu
            Dalam rangka meningkatkan kondisi kesehatan bangsa, pendidikan jasmani dapat ambil bagian memberi kontribusi positif dan signifikan terhadap pemecahan masalah kesehatan, melalui penanaman gaya hidup sehat dan aktif untuk mempromosikan kesehatan dan mengurangi kemungkinan munculnya berbagai penyakit non infeksi yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Morris (1994) mengemukakan, “physical activity is the best buy in public health”.

2.                  Aktivitas Jasmani (Physical Activity)
            Aktivitas jasmani adalah berbagai kegiatan yang melibatkan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot kerangka, dan gerakan itu menghasilkan pengeluaran energi (Lutan, 2002).  Americal Aliance of Health, Physical Education, Recreation, and Dance (AAHPERD, 1999), mengemukakan definisi aktivtas  fisik, “Physical activity is strictly defined as any bodily movement produced by skeletal muscles that results in an expenditure of energy”. Aktivitas jasmani ini mencakup lingkup yang cukup luas, yang lazim dilakukan dalam berbagai jenis pekerjaan, kegiatan pengisi waktu luang, dan kegiatan rutin sehari-hari. Kegiatan itu dapat dikategori sebagai kegiatan yang memerlukan usaha ringan, moderat, dan berat. Aktivitas moderat setara dengan jalan cepat 3 hingga 4 MPH (Mile Per Hour). manakala satu mile = 1,609 kilometers, maka diperkirakan intensitas jalan kaki tersebut sekitar 4,5 s/d 6,5 kilometer per jam setara dengan 100 hingga 130 langkah per menit. Kegiatan itu dapat meningkatkan kesehatan bila dilakukan secara teratur dan terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah. Secara lebih sederhana dapat dikatakan bahwa aktivitas jasmani adalah berbagai kegiatan jasmani yang tersusun, tertata, dan berorientasi pada tujuan kesehatan dan kebugaran jasmani. Untuk itu program kegiatan jasmani di sekolah untuk meningkatkan kebugaran, tidak selalu dalam bentuk kegiatan olahraga yang lebih menekankan keterampilan.

3.                  Latihan (Exercise)
            Terdapat beberapa istilah asing yang dalam bahasa Indonesia diartikan “Latihan”, yaitu Training, Practice, dan Exercise.  Untuk itu perlu kiranya penulis batasi agar tidak terjadi salah pengetian dalam memahami istilah latihan dalam modul ini.
a.       Latihan dalam artian exercise adalah aktivitas jasmani yang terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran jasmani, seperti daya tahan, kekuatan, dan fleksibilitas.
b.      Latihan dalam artian practice adalah aktivitas jasmani yang terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih keterampilan olahraga (sport skill), seperti keterampilan menendang, backhand dalam bulutangkis, dan dalam tenis.
c.       Latihan dalam artian training adalah aktivitas jasmani yang terencana, terstruktur, dan dilaksanakan berupa pengulangan gerakan tubuh dengan maksud untuk menyempurnakan, atau mempertahankan satu atau lebih komponen kemampuan fisik, baik komponen kebugaran jasmani maupun keterampilan seperti dalam sport skill atau non olahraga. Lebih lanjut harsono (1988: 101) mengatakan “training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya”.
            Terkait dengan beberapa definisi tersebut, latihan yang dimaksud dalam naskah ini lebih menekankan pada latihan dalam artian exercise, yaitu berujung pada tujuan untuk memelihara dan meningkatkan salah satu atau beberapa komponen kebugaran jasmani siswa di sekolah. Namun demikian, latihan dalam artian practice dan training tetap saja diperlukan karena sangat baik untuk memelihara beberapa atau lebih komponen kebugaran dan gaya hidup aktif seseorang, hanya saja tidak merupakan fokus pembahasan naskah ini.

4.             Kebugaran Jasmani (Physical Fitness)
            Secara umum kebugaran jasmani sering diartikan sebagai kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan sehingga masih tetap memiliki cukup energi untuk melakukan kesenangan atau hobi pada waktu senggang dan juga masih cukup memiliki energi untuk melakukan kegiatan yang sifatnya merupakan tuntutan yang tidak terduga atau mendadak.
            Definisi seperti disebutkan di atas itu cukup baik manakala pekerjaan sehari-harinya berupa pekerjaan yang memerlukan usaha atau kerja keras dan waktu senggang yang dilakukan lebih dari sekedar nonton TV.  Namun untuk kondisi kehidupan dewasa ini definisi tersebut mungkin perlu dipertimbangkan lagi mengingat banyaknya kegiatan sehari-hari yang terlalu santai dan pengisi waktu sengggang yang hanya nonton TV.
            Untuk itu, Pate (1983) dalam Ratliffe, (1994), mengajukan definisi kebugaran jasmani yang diharapkan lebih cocok dengan kondisi sekarang. Beliau mendefinisikan kebugaran jasmani sebagai kemampuan jantung, darah, paru-paru, dan otot untuk berfungsi efisien secara optimal. Sedangkan Ratliffe, (1994) itu sendiri mendefinisikan kebugaran jasmani sebagai sebuah keadaan kondisi tubuh yang bugar yang menyebab kan orang itu nyaman melakukan aktivitas fisik cukup berat sehari-hari, megurangi resiko kesehatan yang berkenaan dengan kurangnya latihan/olahraga, dan mengembangkan fondasi dasar kebugaran untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas fisik. Definisi lainnya yang disesuaikan dengan komponen kebugaran kesehatan yang terkandung di dalamnya dikemukakan Rusli Lutan (2002: 7), yaitu kemampuan seseorang untuk melakukan tugas fisik yang memerlukan kekuatan, daya tahan, dan fleksibilitas.

5.                  Komponen Kebugaran
            Kebugaran jasmani meliputi komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan (Health-Related Fitness) dan yang berhubungan dengan keterampilan (Skill-Related Fitness). Komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan meliputi: daya tahan aerobik, kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas otot, dan komposisi tubuh. Komponen-komponen ini pada dasarnya merupakan faktor-faktor yang menyebabkan optimalnya kesehatan dan mencegah munculnya penyakit-penyakit dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kurang gerak.
            Komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan pada dasarnya merupakan kemampuan dan keterampilan yang berhubungan dengan penampilan gerak, olahraga, tari, dan senam.  Komponen kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan ini sangat dipengaruhi oleh keturunan, termasuk agilitas, keseimbangan, koordinasi, power, dan kecepatan (Ratliffe, 1994)

Tabel 1. Komponen Kegugaran Jasmani

Kebugaran Jasmani
Komponen Kebugaran Terkait Kesehatan
(Health-Related Fitness)
Komponen Kebugaran Terkait Keterampilan
(Skill-related Fitness)
·         daya tahan aerobik,
·         kekuatan otot,
·         daya tahan otot,
·         fleksibilitas otot, dan
·         komposisi tubuh
·         kelincahan
·         keseimbangan,
·         koordinasi,
·         power, dan
·         kecepatan

Komponen kebugaran terkait keterampilan tidak menjadi fokus bahasan modul ini.  Untuk itu pembahasaan selanjutnya akan mulai terarah pada pengembangan komponen kebugaran terkait kesehatan (Health-related Fitness). Walaupun seluruh komponen itu akan dibahas secara lebih mendetail pada modul lain berikutnya, namun berikut ini dikemukakan definisi sederhana dari masing-masing komponen tersebut untuk mempermudah pembaca memahami konsep secara utuh:
·         Daya tahan aerobik adalah kemampuan jantung untuk memompa darah ke bagian tubuh lainnya dan kemampuan untuk menyesuaikan serta memulihkan dari aktivitas fisik
·         Kekuatan otot merupakan kemampuan mengerahkan daya semaksimal mungkin untuk mengatasi sebuah tahanan
·         Daya tahan otot adalah kemampan sekelompok otot untuk mengerahkan daya maksimal selama periode waktu yang relatif lama terhadap sebuah tahanan yang lebih ringan daripada beban yang bisa digerakkan oleh seseorang
·         Fleksibilitas dapat didefinsikan sebagai kemampuan dari sebuah sendi dan otot, serta tali sendi di sekitarnya untuk bergerak dengan leluasa dan nyaman dalam ruang gerak maksimal yang diharapkan
·         Komposisi tubuh dapat didefifnisikan sebagai rasio antara masa tubuh tanpa lemak (semua jaringan tanpa lemak, seperti tulang, otot, dan organ) dengan lemak tubuh. Biasanya dinyatakan dalam persentase lemak tubuh.


B.       MANFAAT PROGRAM KEBUGARAN JASMANI

Olahraga akan memberi manfaat pada tubuh menurut jenis, lama, dan intensitas latihan yang dilakukan. Secara umum olahraga yang dilakukan secara teratur dengan takaran cukup dan waktu yang cukup akan memberi manfaat sebagai berikut:
1.         Manfaat bagi Jantung. Jantung akan bertambah besar dan kuat, sehingga dayatampung besar dan denyutan kuat. Kedua hal ini akan meningkatkan efisiensi kerja jantung. Dengan efisiensi kerja yang tinggi, jantung tak perlu berdenyut terlalu sering. Pada orang yang tidak melakukan olahraga, denyut jantung rata-rata 80 kali per menit, sedang pada orang yang melakukan olahraga teratur, denyut jantung rata-rata 60 kali per menit, sehingga dalam satu menit dihemat 20 denyutan, dalam satu jam dihemat 1200 denyutan dan dalam satu hari 28.800 denyutan. Dengan demikian jantung menjadi awet dan kita boleh berharap hidup lebih lama dan produktif.
2.         Manfaat untuk pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah bertambah karena berkurangnya timbunan lemak dan penambahan kontraktilitas otot di dinding pembuluh darah. Elastisitas pembuluh darah yang tinggi akan memperlancar jalannya darah dan mencegah timbulnya hipertensi. Di samping elastisitas pembuluh darah meningkat, pembuluh-pembuluh darah kapiler pun akan bertambah. Penyakit jantung koroner dapat dicegah atau diatasi dengan mekanisme ini. Kelancaran aliran darah juga akan mempercepat pembuangan zat-zat lelah sebagai sisa pembakaran, sehingga bisa diharapkan pemulihan yang cepat.
3.         Manfaat untuk paru. Elastisitas paru akan bertambah, sehingga kemampuan berkembang-kempis juga bertambah. Selain itu jumlah alveoli yang aktif (terbuka) akan bertambah dengan olahraga teratur. Kedua hal diatas menyebabkan kapasitas penampungan dan penyaluran oksigen ke darah bertambah.
4.         Pernafasan bertambah dalam dengan frekuensi yang rendah. Bersama-sama dengan manfaat pada jantung dan pembuluh darah, ketiganya bertanggung jawab untuk penundaan kelelahan.
5.         Manfaat pada otot. Kekuatan, kelentukan, dan dayatahan otot akan bertambah. Hal ini disebabkan oleh bertambah besarnya serabut otot dan meningkatnya sistem penyediaan energi di otot. Lebih dari itu perubahan otot ini akan mendukung kelincahan gerak, kecepatan reaksi dan lain-lain, sehingga dalam banyak hal kecelakaan kerja dapat terhindari.
6.         Manfaat bagi tulang. Penambahan aktiivtas enzim pada tulang akan meningkatkan kekuatan, kepadatan, dan besarnya tulang, selain mencegah pengeroposan tulang. Permukaan tulang juga akan bertambah kuat dengan adanya tarikan otot yang terus menerus.
7.         Manfaat pada ligamentum dan tendo. Kekuatan ligamentum dan tendo akan bertambah, demikian juga dengan perlekatan tendo pada tulang. Keadaan ini membuat ligamentum dan tendo mampu menahan berat dan tidak mudah cedera.
8.         Manfaat pada persendian dan tulang rawan. Latihan teratur dapat menyebabkan bertambah tebalnya tulang rawan di persendian, sehingga dapat menjadi peredam (shock absorber) dan melindungi tulang serta sendi dari bahaya cedera.
9.         Manfaat terhadap aklimatisasi terhadap panas. Aklimatisasi terhadap panas melibatkan penyesuaian faali yang memungkinkan kita tahan bekerja di tempat panas. Kenaikan aklimatisasi terhadap panas ini disebabkan karena pada waktu melakukan olahraga, terjadi pula kenaikan panas pada badan dan kulit kita. Keadaan yang sama akan terjadi bila kita bekerja di tempat yang panas.
10.     Manfaat untuk Otak. Dengan berolahraga, myelin akan makin tebal sehingga penghantaran impuls saraf menjadi lebih cepat. Disamping itu akan keluar juga neurotropin yang merangsang neurotransmiter di sinaps sehingga reaksi akan cepat dan tepat, dan demikian juga akan dengan cepat dan tepat mengatasi masalah.
11.     Perubahan psikologis. Melalui mekanisme fisiopsikologis, olahraga akan meningkatkan perasaan berprestasi, menghilangkan ketegangan, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sikap sabar, gembira dan melatih konsentrasi. Keadaan ini secara fisiopsikologis disebabkan oleh meningkatnya kadar epinephrin dan norepinephrin, serta suplai darah ke otak. Pengeluaran garam melalui keringat pada waktu berolahragadiduga akan memperbaiki suasana hati. Lebih dari itu olahraga akan membuat tidur lebih nyenyak, sehingga bisa mengurangi masalah kejiwaan.
Manfaat yang diperoleh dengan menerapkan pola hidup sehat adalah:
1.      Berpenampilan Lebih Sehat Dan Ceria;
2.      Dapat Tidur Nyenyak;
3.      Dapat Menikmati Kehidupan Sosial;
4.      Dapat Berkarya Lebih Baik;
5.      Dapat Meningkatkan Produktivitas Kerja;
6.      Berpikir Sehat Dan Positif;
7.      Merasa Tentram Dan Nyaman;
8.      Memiliki Rasa Percaya Diri Dan Hidup Seimbang

C.       PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN KEBUGARAN JASMANI
Prinsip dasar dalam pengembangan kebugaran jasmani, sehingga merupakan program pelatihan yang efektif, yakni, SPORT dan FITT.
SPORT adalah singkatan dari:
  • Specificity  (kekhususan) – berolahraga yang cocok dan sesuai kebutuhan
  • Progression  (kemajuan) – mulai dari level bawah dan secara bertahap meningkat
  • Overload (kelebihan beban) – berlatih lebih keras dari biasanya
  • Reversibel – berlatih secara teratur
  • Tedium (tidak membosankan) – usahakan latihan itu selalu menarik
Sedangkan, FITT adalah singkatan dari
  • Frequency – berapa kali (tingkat keseringan)
  • Intensity – seberapa berat
  • Time – berapa lama
  • Type – apa metode pelatihannya
D.        STRATEGY PENGEMBANGAN KEBUGARAN UNTUK GAYA HIDUP AKTIF DAN SEHAT SEPANJANG HAYAT

            Gaya hidup aktif tidak bisa ditawar-tawar lagi harus ditanamkan kepada semua generasi penerus sejak dini, untuk itu kita perlu mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana penanaman gaya hidup aktif sepanjang hayat melalui pendidikan jasmani yang ada dan berlaku di Indonesia sekarang ini. Untuk itulah para guru pendidikan jasmani harus mengetahui konsep dan implementasi penanaman gaya hidup aktif sepanjang hayat yang terintegrasi dalam kurikulum dan pembelajaran pendidikan jasmani di Indonesia selama ini. Paparan berikut ini berisikan tentang konsep pendidikan jasmani yang terintegrasi dengan pendidikan kebugaran orientasi gaya hidup aktif sepanjang hayat, karakteristik pendidikan kebugaran, integrasi pendidikan kebugaran dalam pendidikan jasmani, program pendidikan kebugaran, termasuk-pertimbangan-pertimbangan implementasi dan desain evaluasi yang menyertainya. Pemahaman lebih dalam lagi tentu saja harus ditunjang dengan belajar mandiri dengan cara mencari dan menganalisis beberapa contoh implementasi pendidikan kebugaran jasmani dalam pendidikan jasmani dari berbagai sumber serta berusaha mencari bukti sendiri melalui telaahan dan penelitian hingga lebih memahami dan mendalaminya. Berdasarkan pencarian bukti tersebut, para guru dan calon guru pendidikan jasmani berusaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri dan kualitas pembelajaran pendidikan jasmani agar memenuhi tuntutan serta permasalahan yang dihadapinya.

1.             Pendidikan Jasmani Harus Membina Active Life Style
            Kebiasan melakukan aktivitas fisik secara rutin memberi keuntungan bagi kesehatan. Kebiasaan melakukan aktivitas fisik bisa meningkatkan kesehatan dan mengurangi resiko kematian akibat penyakit non infeksi serta mengurangi perkembangan berbagai penyakit non infeksi. Kebiasaan melakukan aktivitas fisik juga merupakan komponen penting dari gaya hidup aktif. Namun demikian, walaupun kebiasaan melakukan aktivitas fisik merupakan komponen penting bagi kesehatan, namun angka partisipasi masyarakat terhadap aktivitas fisik, sebagaimana disebutkan sebelumnya, secara teratur masih rendah. Demikian juga meskipun anak-anak cenderung berpartisipasi lebih aktif daripada orang dewasa, namun intensitasnya tetap masih di bawah standar yang direkomendasikan, bahkan kebiasaan melakukan aktivitas fisik cenderung menurun sesuai dengan bertambahnya usia hingga usia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
            Dalam kondisi kesehatan bangsa seperti ini, pendidikan jasmani dapat ambil bagian memberi kontribusi positif dan signifikan terhadap pemecahan masalah tersebut, melalui penanaman gaya hidup sehat dan aktif untuk mempromosikan kesehatan dan mengurangi kemungkinan munculnya berbagai penyakit non infeksi yang akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan. Morris (1994) mengemukakan, “physical activity is the best buy in public health”.
            Pendidikan jasmani merupakan salah satu, kalau tidak dikatakan satu-satunya mata pelajaran yang memiliki kontribusi/outcome unik, yang tidak dimiliki mata pelajaran lain, dalam membantu menanamkan gaya hidup aktif. Kontribusi unik tersebut adalah kebugaran jasmani, kemampuan gerak, dan pengetahuan tentang kebugaran jasmani dan kemampuan gerak. Tidak sedikit dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama seseorang melakukan aktivitas fisik secara rutin adalah karena orang itu memiliki kebugaran jasmani, kemampuan gerak, dan pengetahuan tentang kebugaran dan kemampuan gerak (AAHPERD, 1999). Selanjutnya, U.S. Department of Health and Human Services (HHS, 1996), mengemukakan bahwa peningkatan pengetahuan tentang dampak aktivitas fisik terhadap kesehatan sudah terbukti mampu meningakatkan keinginan siswa untuk memulai hidup aktif.
            Sebagian besar dari populsi anak-anak dan remaja berada dalam lingkungan sekolah, sehingga melalui inovasi pembelajaran pendidikan jasmaninya, sekolah dianggap sebagai tempat yang ideal untuk mempromosikan aktivitas fisik,  gaya hidup aktif, dan mencegah obesitas di kalangan anak-anak dan remaja (Chin Ming, 2008). Selain itu Martin, K. (2010) dari School of Population Health, The University of Western Australia mengemukakan, “An increasing body of evidence indicates that schools can be encouraged to maximise time children spend in physical activity and sport; and reassured that replacing academic time with physical activity and sport will not have a detrimental effect on children’s academic success, and may actually support and optimise learning”.
            Penanaman kebiasaan “Hidup Aktif dan Sehat Sepanjang Hayat” melalui pembelajaran pendidikan jasmani, tetap harus menjadi pilihan, daripada hanya sekedar meningkatkan kebugaran jasmani siswa, paling tidak terdapat dua alasan 1) kebugaran tidak menjamin kesehatan yang lebih baik di hari tua kecuali masih tetap melakukan aktivitas fisik secara rutin (WHO, 2007); 2) kemampuan fisik meningkat pada saat anak-anak dan mencapai puncaknya pada awal dewasa, sedangkan berikutnya adalah penurunan kemampuan fisik. Rata-rata penurunan kemampuan fisik sebagian ditentukan oleh genetik dan biologis individu, tetapi yang paling utama ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan gaya hidup (seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, diet, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik), dan oleh lingkungan tempat orang itu tinggal (PMSEIC/ Prime Minister’s Science, Engineering And Innovation Council)
            Bagaimana meningkatkan angka partisipasi siswa terhadap berbagai aktivitas fisik dan olahraga secara berkelanjutan, tidak saja ketika anak masih menjadi siswa sekolah, tetapi juga setelah mereka lulus (dewasa) dan terus dilakukan di sepanjang hidupnya. Itulah salah satu tantangan pendidikan jasmani ke depan, sebagai mana dikatakan  Morris (1994) “Our challenge is working out how to get people to do it”. Tantangan ini tidak semudah membuat siswa bugar. Membuat orang bugar, baik anak-anak, remaja, dewasa, atau bahkan manula sebenarnya tidak terlalu sulit. Sudah cukup banyak bukti hasil penelitian yang mendukung pernyataan tersebut baik yang dilakukan di dalam maupun di luar negeri di lingkungan para pelajar maupun masyarakat luas. Mereka yang melakukan aktivitas fisik dengan frekuensi 3-4 x per minggu, durasi minimal 15 menit setiap kali melakukan, serta intensitas sedang, maka dalam tempo tiga bulan hasilnya sudah dapat dibuktikan.
            Namun tidak sedikit pula hasil penelitian menunjukkan bahwa para atlet, pelajar , dan member fitness centers, memiliki status kebugaran jasmani yang memadai pada saat mereka aktif berlatih. Selanjutnya status kebugaran mereka menurun setelah mereka tidak lagi berstatus sebagai pelajar, tidak lagi berstatus sebagai atlet, tidak lagi sebagai member kebugaran. Dengan kata lain, status kebugaran mereka menurun karena mereka tidak memiliki gaya hidup aktif.  Program kebugaran jasmani yang dilakukannya bisa jadi bukan bagian dari gaya hidup aktif, bisa saja hanya merupakan suatu tuntutan sesaat, sehingga ketika tidak lagi ada yang membimbingnya, maka kegiatan itu dihentikannya.





2.                  Karakteristik Pendidikan Kebugaran Untuk gaya Hidup Aktif
            Penanaman gaya hidup aktif merupakan permasalahan yang berhubungan dengan kemauan untuk melakukan kebiasaan aktif secara fisik. Generasi penerus diharapkan dapat membangun tubuh yang sehat karena memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-harinya.
            Menciptakan kehidupan agar masyarakat senang melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-harinya, tidaklah mudah, atau tidak mungkin tercipta tanpa adanya usaha yang dilakukan secara sengaja (purposeful). Hal ini karena sebagian besar generasi penerus tidak memiliki kebiasaan hidup aktif secara teratur, dan berkelanjutan. Hasil penelitian AAHPERD (1999) menunjukkan bahwa kebiasaan melakukan aktivitas fisik siswa sekolah meningkat hingga SMP, selanjutnya prosentasenya cenderung menurun pada saat di Sekolah Menengah Atas dan puncak penurunannya hingga lulus SMA. Untuk itu, program penjas di sekolah harus membantu generasi penerus untuk tetap menyenangi melakukan aktivitas fisik sepanjang hidupnya.
            Kesempatan membantu generasi penerus untuk tetap aktif sepanjang hidupnya masih tetap terbuka, proporsi aktivitas fisik berupa permainan dan olahraga dalam kurikulum (SKKD) dan juga dalam praktik pembelajaran tetap dominan, untuk selanjutnya guru berupaya menciptakan aktivitas fisik berbasis child-centered.  Beberapa di antara alasan anak-anak senang melakukan aktivitas fisik adalah karena aktivitas fisik meyenangkan, dapat dilakukan bersama-sama, dapat meningkatkan keterampilan, dapat memelihara bentuk tubuh, dan nampak tubuh lebih baik. Untuk itu beberapa pertimbangan penerapan model pembelajaran penjas oreintasi active life style antara lain meliputi:
       Menekankan pada partisipasi yang menyenangkan pada kegiatan-kegiatan yang mudah dan sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari (orientasi sukses, bermanfaat, sesuai perkembangan).  Secara prinsipil, pendidikan jasmani memiliki potensi untuk mengembangkan self esteem. Dalam konteks pendidikan jasmani, self esteem akan terbangun ketika seseorang memperoleh pengalaman sukses dalam mengikuti tugas ajar (Judith R, 2002). Menentukan tujuan yang realistis, penggunaan metode yang tepat, dan menyadari perbedaan baik skill maupun sosio ekonomi merupakan pembuka jalan pengalaman sukses bagi anak dalam belajar. Belajar yang sukses adalah aktivitas belajar yang bermakna bagi siswa. Artinya, aktivitas belajar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan cukup memberi tantangan kepada siswa akan tetapi memberi kemungkinan terhadap tingkat keberhasilan belajar (Suherman, A., 1998).
       Menyediakan kegiatan-kegiatan kompetitif dan non-kompetitif dengan rentang yang bervariasi sesuai dengan tuntutan perbedaan kemampuan siswa. Siswa memiliki variasi kesenangan, kemampuan, keinginan yang berbeda-beda. Kompetisi merupakan kegiatan yang sering dilakukan masyarakat, dan sering kali siswa meniru dan melakukanya. Aktivitas kompetisi di sekolah dilakukan sesuai koridor pedagogik, disesuaikan dengan SKKD (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) dan dijadikan media untuk menanamkan nilai-nilai positif dari aktivitas kompetisi itu, juga diberikan kepada para siswa yang sudah memiliki kemauan melakukannya. Namun demikian nilai kompetitif fair play, kerjasama, disiplin, ulet, tekun, teliti, inisiatif, dan kreatif hendaknya merupakan bagian dari tujuan pendidikan jasmani melalui aktivitas permainan dan kompetitif ini di sekolah.
       Memberikan keterampilan (skill) dan keyakinan (confidence) yang diperlukan siswa agar dapat berpartisipasi aktif secara fisik. Kedua komponen ini merupakan bagian penting dari keterlibatan anak dalam aktivitas fisik. Memiliki keterampilan gerak saja tidak cukup tanpa keyakinan, sebaliknya keyakinan saja tidak cukup karena akan berpengaruh terhadap pengalaman sukses. Dengan demikian pemilihan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan dengan penciptaan lingkungan untuk menanamkan keyakinan kepada anak sama pentingnya dilakukan oleh para guru. Penanaman dan peningaktan keterampilan gerak dan keyakinan siswa diharapkan dapat membantu meningkatkan angka partisipasi siswa pada berbagai aktivitas fisik. Keberhasilan pendidikan jasmani berawal dari tertanamnya kesenangan siswa terhadap berbagai aktivitas fisik. Oleh karena itu, berbagai pembekalan seperti skill, kebugaran jasmani, sikap, pengetahuan, dan perilaku sehari-hari harus selalu berorientasi pada self-trust dalam rangka pembentukan gaya hidup aktif yang sehat di masa yang akan datang.
       Melakukan promosi aktiffitas fisik/olahraga pada seluruh komponen program sekolah dan mengembangkan hubungan antara program sekolah dan program masyarakat. Salah satu bentuknya adalah kegiatan olahraga bersama, festival, perlombaan, atau pertandingan antar kelas, antar sekolah yang dilakukan secara kolaborasi dengan seluruh komponen sekolah, antar sekolah, dan masyarakat. Dengan cara promosi aktivitas fisik seperti itu diharapkan para siswa merasa bagian dari pelaku perubahan pada lingkungan yang selanjutnya berusaha untuk dapat mengembangkan skill, kebugaran jasmani, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang dapat menggiring mereka memiliki gaya hidup aktif dan sehat (active-healthy lifestyles)
            Peranan guru dalam pembelajaran seperti ini lebih menekankan untuk membimbing siswa pada program kegiatan kesegaran jasmani, mengajar keterampilan dalam pengelolaan dan pembuatan keputusan, menanamkan komitmen terhadap gaya hidup yang aktif, dan mengadministrasi / memfasilitasi program asesmen kesegaran jasmani individu siswa.
            Hal yang hendaknya dihindari oleh para guru yang sering kali jadi isu utama realisasi pendidikan jasmani model kebugaran jasmani adalah model ini antara lain berisikan kegiatan tes kesegaran jasmani, membandingkan status siswa dengan standar orang lain, membujuk siswa dengan istilah “no pain, no gain”, dan aktivitas fisik di  luar DAP yang seakan-akan menyiksa siswa dan merendahkan siswa. Seakan-akan program ini dibuat untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi anggota militer yang akan berperang terfokus pada “melatih” bukannya “mendidik” yang sebenarnya aspek mendidik ini jauh lebih penting untuk memelihara gaya hidup dan kesehatan pribadinya menghadapi era baru dan teknologi tinggi di masa depan. 
            Kecenderungan tersebut sangat mungkin terjadi mengingat model kebugaran ini pada dasarnya merupakan subject oriented model yang berlandaskan pada disciplinary mastery value orientation, namun pada perkembangan sekarang ini, model ini seringkali merefleksikan orientasi nilai self-actualization atau ecological integration. Sehingga beberapa program dari model ini merupakan mengintegrasi pendidikan jasmani dalam kerangka konsep healthy lifestyle yang lebih luas dengan komponen-komponen sosio-cultural (Jewett, dkk., 1995).

3.        Integrasi Pendidikan Kebugaran dalam Kurikulum Pendidikan Jasmani
·           Jenis materi pelajaran disesuaikan dengan jenis mata pelajaran yang tercantum dalam kurikulum
·           Jumlah jam pelajaran wajib/intra perminggu sesuai sebagaimana tertera dalam kurikulum (misal 2 x 45 menit) namun selanjutnya dibagi ke dalam pertemuan-pertemuan yang mendukung terhadap pembinaan kebugaran (misal, menjadi 3 x 30 menit).
·           Jumlah pertemuan penjas per minggu termasuk ekstra kurikuler biasanya minimal 3-4 pertemuan.
·           Pemberian materi teori ditekankan agar disampaikan secara terintegrasi dalam bentuk praktik langsung
·           Pendekatan pembelajaran lebih cenderung menganut teori belajar konstruktivisme melalui pemberian berbagai pengalaman gerak yang dapat menggiring siswa ke arah pembentukan konsep yang diperlukan untuk penanaman, peningkatan, dan pemeliharaan kemampuan olahraga, fitness, dan gaya hidup aktif dan sehat
·           Orientasi pembelajaran terfokus pada sasaran program yang sudah ditetapkan pada produk program pada setiap tahun ajarannya

4.         Tahapan Pencapaian Program






Step 5

Mandiri
   Merencanakan program
   Gaya hidup aktif




Step 4
Evaluasi sendiri
   Tes kebugaran
   Interpretasi hasil



Step 3
Pola Latihan Sendiri
   Memilih latihan sendiri
   Evaluasi program sendiri


Step 2
Perolehan Status Kebugaran
   Memenuhi status minimal sekolah
   Belajar menetapkan target sendiri

Step 1
Melakukan latihan secara teratur
   Membiasakan berolahraga
   Mempelajari dan menyenangi olahraga


5.         Fasilitas Pendukung Program yang dikembangkan
·           Penyediaan fasilitas pendukung ini dilakukan dengan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat, swasta, maupun pemerintah setempat yang sudah memiliki fasilitas olahraga atau kebugaran
·           Manajemen operasional sekolah bersifat MBS


6.         Layanan Kegiatan Pembelajaran
·           Satu pertemuan (misal, 1 x 30 menit) perminggu ditujukan untuk meraih tujuan sebagaimana tertera dalam SKKD
·           Dua pertemuan (misal, masing-masing 1 x 30 menit) perminggu ditujukan untuk memelihara kebugaran, bakat, dan minat siswa
·           Ekstra kurikuler 2 x perminggu ditujukan untuk penyaluran bakat dan minat siswa terhadap olahraga. Kegiatan ini dapat dilakukan di sekolah maupun di luar sekolah dengan cara siswa menunjukkan bukti surat keterangan dari yang berwenang
·           Pembelajaran teori terintegrasi dengan pembelajaran praktik
·           Evaluasi menggunakan standar gabungan yaitu standar target kurikulum dan standar individu siswa itu sendiri 

7.         Indikator Keberhasilan
*           80% dari seluruh siswa memiliki rata-rata partisipasi aktif olahraga (sekolah dan luar sekolah) 3-4 x perminggu
*           Rata-rata status kebugaran jasmani siswa meningkat atau mempunyai status bagus dan dapat dipertahankan pada setiap tahun ajaran
*           Siswa memiliki potensi olahraga yang lebih unggul daripada sekolah non wawasan olahraga dan kebugaran jasmani
*           Appresiasi positif siswa terhadap olahraga, kebugaran jasmani, dan gaya hidup sehat lebih unggul daripada sekolah non wawasan olahraga dan kebugaran jasmani

8.         Sistem Monitoring dan Evaluasi
*           Penilaian perolehan akademik
*           Penilaian pengetahuan olahraga, fitness, dan life style
*           Penilaian penampilan olahraga
*           Penilaian status kebugaran jasmani (lihat format A pada halaman berikutnya)
*           Penilaian Partisipasi dalam kegiatan olahraga dan kebugaran jasmani di luar sekolah (lihat format B pada halaman berikut nya)
*           Penilaian Sikap 

9.         Pengelolaan Waktu Pembelajaran
            Banyak contoh model pendidikan jasmani orientasi pembinaan gaya hidup aktif sepanjang hayat yang sudah menunjukkan hasil yang baik, tanpa harus merubah kurikulum yang ada baik dari sisi jumlah jam maupun materi pelajarannya dan hal ini potensial dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia melalui kerjasama dengan pihak sekolah (Suherman, A., 2011). Beberapa diantara program tersebut misalnya
·         Model pertama: membagi jam pelajaran penjas
Membagi jam pelajaran penjas (90 menit) menjadi 3 pertemuan (masing-masing 30 menit). Latihan gaya hidup aktif dilakukan secara terintegrasi dengan materi pembelajaran pendidikan jasmani sehingga tidak mengabaikan esensi pembelajaran penjas secara keseluruhan.
·         Model kedua: penambahan waktu 20 menit sebelum masuk sekolah
20 menit sebelum masuk sekolah dari jam 06.40 hingga jam 07.00 selama 3 x perminggu, misalnya hari Selasa, Kamis, Sabtu.



·         Model ketiga: waktu istirahat
Siswa diberi kesempatan untuk melakukan latihan kebugaran pada waktu istirahat. Bila perlu alokasi waktu istirahat ditambah. Demikian juga, bila perlu jam istirahat diatur dengan cara sebagai berikut:
-         Kelas satu pada jam ke dua dan ke tiga
-         Kelas dua pada jam ke tiga dan ke empat
-         Kelas tiga pada jam ke lima dan ke enam
·         Model keempat: program individu
Program kebugaran individu dapat dilakukan dengan dua cara:
-      siswa diberi kesempatan untuk berlatih sendiri pada waktu, tempat, dan jenis kegiatan yang ditentukan oleh siswanya.
-      siswa diberi kesempatan untuk berlatih sendiri pada waktu dan tempat yang ditentukan oleh siswanya namun pada aktivitas belajar yang sudah ditetapkan seperti yang terjadi pada strategi “self-instruction” (Siedentop, 1991; Judith, 2002) atau “mastery learning” (Joyce, dkk., 1996). Pada model ini yang penting adalah siswa menunjukkan bukti yang diharapkan sekolah, misal dikuasainya suatu kompetensi atau melakukan latihan 3 x perminggu.
·         Model lain:
Bila sekolah sudah punya wewenang penuh mengatur alokasi waktu dari setiap mata pelajaran, bisa saja sekolah tersebut menambah alokasi waktu penjas baik dalam bentuk intra maupun ekstra.








Apa yang diajarkan oleh para guru pendidikan jasmani di sekolah sekolah sekarang ini sangat mungkin menjadi faktor utama pembentuk kebiasaan (habit) dan sikap yang dapat dibawa sampai hari tua. Masalah-masalah yang terkait dengan gaya hidup aktif dan kebugaran jasmani dalam lingkup pendidikan jasmani memang sangat kompleks dan tidak bisa dipecahkan secara sederhana, namun dengan membiarkannya, masalah itu mungkin akan menjadi lebih serius lagi.
            Penanaman gaya hidup aktif sepanjang hayat melalui pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah-sekolah masih tetap merupakan pilihan utama dalam rangka mengatasi permasalahan semakin meningkatnya penyebab kematian akibat kurang gerak.  Sekolah merupakan tempat strategis penanaman gaya hidup aktif selain karena populasi usia sekolah sangat besar tetapi juga karena sekolah ditugaskan untuk mempersiapkan siswa agar kelak mampu kehidupan yang lebih baik di masyarakatnya. Penanaman kebiasaan “Hidup Aktif dan Sehat Sepanjang Hayat” melalui pembelajaran pendidikan jasmani harus menjadi prioritas daripada sekedar meningkatkan prestasiolahraga atau kebugaran jasmani siswa mengingat gaya hidup aktif sepanjang hayat akan lebih menjamin kesehatan pelakunya. Di sisi lain potensi untuk membantu siswa memiliki gaya hidup aktif melalui pendidikan jasmani sangat memungkinkan baik dilihat dari dimensi kurikulum, aktivitas fisik nyang digemari siswa, sarana prasarana, termasuk jam pelajaran yang dialokasikan oleh kurikulum, namun demikian pengetahuan, komitmen, dan kreativitas para guru pendidikan jasmani dan olahraga di lapangan sangat diperlukan agar mampu menerapkan pembalajaran kebugaran jasmani di sekolah-sekolah. Implementasi pembelajaran kebugaran jasmani yang baik tidaklah merubah kurikulum pendidikan jasmani yang ada dan berlaku sekarang melainkan merupakan bagian integral dari pendidikan jasmani yang ada dan berlaku sekarang.










E.     MANFAAT GAYA HIDUP AKTIF DAN KEBUGARAN JASMANI
            Mungkin kita semua sudah terbiasa mendengar pernyataan bahwa kebiasaan hidup aktif termasuk olahraga sangat bermanfaat bagi kehidupan baik individu maupun masyarakat, atau bahkan mungkin sudah merasa bosan mendengarnya, karena tanpa ditunjang oleh bukti-bukti atau realitas yang meyakinkan. Oleh karena itu bisa jadi diantara kita ada yang ingin mengetahui lebih dalam dan lebih jauh lagi mengenai bukti-bukti manfaat dari gaya hidup aktif yang lebih bisa dipercaya dan masuk akal atau logis. Para guru pendidikan jasmani harus mengetahui manfaat gaya hidup aktif terhadap berbagai aspek kehidupan karena gaya hidup aktif erat kaitannya profesi guru pendidikan jasmani yang kualitasnya harus selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu. Untuk itulah berikut ini dipaparkan manfaat gaya hidup aktif terhadap berbagai aspek kehidupan berdasarkan pendapat para ahli dan hasil penelitian terkini baik dari dimensi kesehatan, perolehan hasil akademik, maupun dimensi ekonomi. Pemahaman lebih dalam lagi tentu saja harus ditunjang dengan belajar mandiri dengan cara mencari, menganalisis, dan bahkan kalau memungkinkan meneliti sendiri dampak gaya hidup aktif terhadap berbagai dimensi sebagaimana tersebut di atas sehingga para penyandang profesi pendidikan jasmani memiliki keyakinan yang kuat yang didapatkan berdasarkan pengalaman dan bukti yang dihasilkan sendiri.  Berdasarkan keyakinan yang kuat itulah, kita berusaha memperbaiki dan meningaktkan kualitas diri dan kualitas pendidikan jasmani agar berdampak terhadap gaya hidup aktif yang memberi manfaat bagi kehidupan sebagaimana akan dijelaskan berikut ini.
            Gaya hidup aktif yang diperoleh melalui pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga di sekolah diyakini oleh para ahli dan sudah terbukti dapat memberi kontribusi secara positif dan signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan yang lebih baik. Beberapa aspek kehidupan yang sering mendapat manfaat dari gaya hidup aktif antara lain adalah dimesi kesehatan, perolehan hasil akademik siswa, dan dimensi ekonomi.

1.    Olahraga dan Kesehatan
            Dampak pendidikan jasmani dan olahraga terhadap kesehatan merupakan realitas yang paling populer diyakini olah masyarakat pada umumnya. Para ahli meyakini bahwa pendidikan jasmani yang dirancang dengan baik sangat menguntungkan bagi kesehatan, termasuk di dalamnya menurunkan resiko penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, obesitas, kanker, dan kesehatan mental (Kirk, D’Sollivan dan Macdonald, 2006). Begitu pula yang diungkapkan Wuest dan Bucher (1995), penyaluran gerak yang terprogram dan berkesinambungan akan bermanfaat untuk mengatur berat badan dan komposisi tubuh, mengurangi resiko penyakit jantung, obesitas, self esteem, percaya diri, dan hubungan antar teman.
            Reviu terhadap beberapa hasil penelitian (yang dipublikasikan dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2005) tentang keuntungan kebiasaan melakukan aktifitas fisik terhadap kesehatan (Brown, Burton, & Rowan, 2007) menunjukkan bahwa aktifitas fisik yang dilakukan secara teratur mampu menurunkan resiko terkena berbagai penyakit non infeksi seperti kardiovaskuler, diabetes tipe 2, dan beberapa penyakit kanker pada perempuan antara 14 – 58%.   Seseorang yang tidak melakukan olahraga memiliki resiko dua kali terkena penyakit kanker daripada seseorang yang aktif melakukan olahraga. Olahraga berpotensi mencegah terjadinya osteoporosis secara dini dan juga berdampak positif terhadap phychological well-being seseorang (Brown, 2008). Peranan utama olahraga adalah vaskularisasi atau pembentukan saluran-saluran darah lebih banyak. Dengan demikian, walaupun seandainya ada serpihan lemak terlepas dan menyumbat pembuluh darah, masih banyak pembuluh darah di sekitarnya yang dapat mengalirkan darah ke jaringan tubuh yang menderita akibat sumbatan  sebelum kerusakan fatal (antara hidup dan mati) terjadi (Cooper, 1982).
            Kebiasaan melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan status kesehatan, kualitas hidup, fungsi tubuh pada usia menengah dan memperoleh keuntungan pencegahan dari berbagai penyakit non infeksi pada masa tua. Brown, Burton, and Heesch, (2007) melakukan penelitian longitudinal terhadap kesehatan perempuan di Australia yang berusia 18-23 tahun (early life), usia 45-50 tahun (mid life), dan usia 70-75 tahun (older life), hasilnya diilustrasikan ke dalam gambar berikut ini.  

            Dari hasil penelitian tersebut dapat disampaikan bahwa, pertama gaya hidup aktif pada masa kanak-kanak dan masa paruh baya berguna untuk memperlambat menurunnya fungsi tubuh, pencegahan dari penyakit kronik, dan hidup ketergantungan dari orang lain. Kedua, bagi mereka yang semasa kanak-kanak terbiasa aktif namun pada masa paruh baya tidak aktif, maka pada usia itu fungsi tubuhnya akan drastis menurun (lihat garis putus-putus pada gambar di atas) mendekati batas kemampuan fungsi tubuh mereka yang tidak memiliki gaya hidup aktif dan memiliki potensi yang sama terkena berbagai penyakit kronik seperti mereka yang tidak memiliki gaya hidup aktif.
            Beberapa pendapat dan hasil penelitian lainnya terkait kesehatan, misalnya Brown, Burton, & Rowan (2007), “People who meet the physical activity guidelines of 30 minutes of moderate intensity activity on most days each week have reduced risk of developing cardiovascular disease, type 2 diabetes, and some cancers”. Brown, et al. (2007), mengatakan, “moderate exercise may also be protective for osteoarthritis”. Selanjutnya,  U.S. Department of Health and Human Services (1996), mengatakan,  New evidence suggests that vigorous activity in the over 50s is associated with significant benefits in terms of delaying the onset of disability in old age”.
            Kesehatan dan kebugaran jasmani tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu ciri manusia unggul yang kehadirannya sangat diharapkan baik sekarang maupun di masa depan. Bagi para pekerja usia produktif, apakah mereka berada di perkantoran, pabrik-pabrik atau tempat kerja lainnya, kesehatan dan kebugaran merupakan prakondisi mewujudkan kinerja yang optimal. Sebab dengan kondisi tubuh yang sehat, mereka memiliki daya tahan terhadap stress, berbagai penyakit degeneratif dapat dicegah, dan menjalani kegiatan sehari-hari menjadi lebih bergairah. Dengan demikian produktivitas akan semakin meningkat.

            Bila mereka memasuki usia lanjut dan mereka tetap melakukan olahraga yang dapat menjaga kesehatan dan kebugarannya, maka mereka akan lebih siap menghadapi usia tua. Karena, mereka lebih mandiri, kuat dan ceria sehingga proses penuaan dapat diperlambat. Dengan demikian harapan hidup (life expectancy) mereka semakin meningkat. Angka harapan hidup diyakini sebagai indikator penting bagi kondisi kualitas hidup masyarakat di suatu negara, walaupun dibanding sejumlah negara di Asean, angka harapan hidup Indonesia masih tergolong rendah (CIA World Factbook, 2011)

            Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesenangan dan kebiasaan melakukan aktifitas fisik secara teratur sudah banyak terbukti memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan dan kemampuan fungsi tubuh yang secara langsung pula mempengaruhi ketenangan, konsentrasi, keseriusan, produktivitas, dan kesejahteraan hidup. Permasalahan pendidikan jasmani merupakan permasalahan penanaman gaya hidup aktif dan juga merupakan permasalahan kesehatan yang dapat berdampak bukan saja pada individu tetapi juga pada bangsa dan negara. Implikasinya adalah bahwa permasalahan pendidikan jasmani harus merupakan bagian integral dari permasalahan pendidikan dan kehidupan secara menyeluruh.

2.    Olahraga dan Prestasi Akademis
            Mungkin ada sebagian atau bahkan banyak orang yang mempunyai prasangka bahwa siswa yang berprestasi dalam pendidikan jasmani seringkali mempunyai rata-rata nilai akademik yang kurang. Namun sampai sekarang ini, prasangka tersebut belum terbukti kebenarannya. Bahkan beberapa pandangan, khususnya neuroscience dan  bukti-bukti empirik di lapangan menentang prasangka tersebut.
            Pendidikan jasmani potensial menunjang kemampuan akademis karena pendidikan jasmani memliki kontribusi/ outcome unik yang tidak dimiliki oleh mata pelajaran lain, yaitu peningkatan kebugaran jasmani, kemampuan gerak, dan pengetahuan tentang gerak dan kebugaran.
            Selanjutnya, Kirk, Naurught, Hanrahan, Macdonald & Jobling (1996) mengemukakan alasan mengapa terdapat keterkaitan antara latihan fisik dengan fungsi kognitif, “ . . . exercise in older individual may slow neurological deterioration. For younger individuals, exercise may increase the vascular development of the brain as well as increase the number of synapses in the cerebellar cortex in the brain. Berikutnya, Brown, et al. (2007) mengemukakan bahwa, “Activity is associated with reduced risk of depression and cognitive decline)
Dari pendapat di atas tertuang bahwa aktivitas fisik dapat memelihara dan meningkatkan fungsi otak. Kemampuan belajar seseorang sangat ditentukan oleh  kemampuan kerja organ yang disebut “otak”. Otak memiliki area-area penting seperti; basal ganglia, cerebellum ,cortex, system limbic, hipocampus dan corpus collosum (Jensen Eric, 2008). Area-area dalam otak tersebut memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Sehingga makin baik fungsi otak makin baik pula hasil belajarnya.
Selanjutnya Dishman R. K., et.al., (2006), dari Department of Exercise Science, The University of Georgia melaporkan hasil penelitiannya.

Voluntary physical activity and exercise training can favorably influence brain plasticity by facilitating neurogenerative, neuroadaptive, and neuroprotective processes. . . . These adaptations in the central nervous system have implications for the prevention and treatment of . . . the decline in cognition associated with aging, and neurological disorders.

            Etnier & Landers (1995) dalam Auweele Vanden Yves et al, (1999:149) menjelaskan hubungan positif antara aktifitas fisik dengan fungsi kognitif sebagai berikut:
Exercise has a direct impact upon the brain and that this direct effect may then indirectly mediate influences of exercise upon brain functioning. In particular, evidence shows that exercise has an impact on cerebral blood flow, neurotransmitter availability, brain structure and neural efficiency, and to improve cognitive functioning.

Beberapa alasan adanya keterkaitan antara aktivitas fisik dan otak sebagaimana tertera dalam kutipan tersebut  di atas antara lain adalah 1) peningkatan aliran darah yang menuju ke otak (cerebral blood flow). Olahraga dapat meningkatkan sirkulasi darah yang memungkinkan  neuron-neuron mendapatkan lebih banyak oksigen dan nutrient; 2) ketersediaan neurotransmiter (neurotransmitter availability). Olahraga yang teratur akan meningkatkan ketersediaan neurotransmiter. Jensen (2008)  menjelaskan bahwa,” Aktifitas jasmani dapat memicu pelepasan neurotrofin, NGF (nerve growth factor), dopamine, dan adrenalin-noradrenalin yang dapat meningkatkan pertumbuhan, mempengaruhi suasana hati, menyimpan memori, dan meningkatkan koneksi antarneuron”. 3) struktur otak dan efisiensi persyarafan (brain structure and neural efficiency). Fred Gage (2000) seorang neurobiologis dan ahli genetika di Institut terkemuka di dunia, Salk Institute di La Jolla, California, mengatakan bahwa olahraga yang teratur dapat menstimuli pertumbuhan sel-sel otak baru dan memperpanjang ketahanan sel-sel yang masih ada. 4) olahraga memperbaiki fungsi kognitif ( to improve cognitive functioning).
Sejalan dengan itu, para ilmuwan dari Department of Psychological and Brain Sciences, Dartmouth College, Hanover, NH, USA, Hopkins, et.al., (2012), melaporkan hasil penelitiannya dan mengemukakan bahwa “Regular physical exercise enhanced recognition memory and decreased stress”, temuan lainnya yang juga sama pentingnya adalah bahwa aktivitas jasmani seperti olahraga dapat memicu pelepasan BDNF (brain derive neutropic factor), sebuah faktor neurotropik yang berasal dari otak. BDNF merupakan faktor penting untuk meningkatkan kognisi dengan memacu kemampuan neuron-neuron untuk berkomunikasi satu sama lain dan pertumbuhan syaraf baru terutama pada bagian hipokampus, “BDNF are important for synaptogenesis and neurogenesis, especially in the hippocampal region”.
Untuk memperkuat keyakinan tersebut berikut ini penulis mereviu beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan pendidikan jasmani dan hasil belajar siswa yang telah dihimpun oleh the University of Western Australia sebagai berikut (dapat ditemukan di dsr.wa.gov.au).
a.       Penelitian intervensi terkait dengan perolehan skor akademik melalui pemberian program aktivitas fisik dan pendidikan jasmani menyimpulkan bahwa:
·         Intervensi program pendidikan jasmani yang diberikan selama dua tahun secara signifikan meningkatkan skor matematik siswa (Hollar, Massiah et.al, 2010, University of Miami)
·         Rata-rata perolehan hasil akademik kelompok siswa yang memperoleh tambahan program pendidikan jasmani lebih tinggi secara signifikan pada tahun ajaran ke dua dari pada kelompok siswa yang tidak memperoleh tambahan program penjas (Stephard and Lavallee, 1994, University of Toronto)
·         Keterlibatan siswa pada aktivitas fisik yang lebih berat di luar sekolah berdampak terhadap perolehan skor hasil tes yang lebih baik (Coe, Pivarnik, Womack, et.al. 2006, Michigan State University)
·         Program 20 menit aktivitas jalan kaki dengan menggunakan treadmill berpengaruh terhadap pemahaman baca (Hillman, Pontifex, et.al. 2009, University of Illinois).

b.      Hasil penelitian korelasi pendidikan jasmani dan perolehan hasil akademik menyimpulkan bahwa
·         “Physical activity was a significant, positive predictor of academic achievement. Body mass index, diet and physical activity explained up to 24% of the variance in academic achievement after controlling for gender, parental education, family structure and absenteeism”. (Sigfusdottir, Kristjanson et.al. 2006, Reykjavik University);
·         “There was a significant, positive link between physical activity participation and academic performance”. (Lidner, 2002, The University of Hongkong);
·         “Higher physical fitness, physical capacity and physical activity were associated with higher school ratings of scholastic ability”. (Dwyer, Sallis et al., 2001, University of Tasmania);
·         “Students who reported a greater level of exercise spent more time in sport and achieved higher grade point averages”. (Field, Diego et al, 2001, University of Miami School of Medicine)
·         “Greater physical activity level was associated with positive achievement orientation’. (Sallis, Prochaska J., dan Taylor W., 2001, University of Tasmania).
            Bahkan lebih dari itu, beberapa hasil penelitian intervensi dari Coe DP, et.al. (2006), Ahamed Y. (2007), Dwyer T. (1979), Dolman J.(2006), Sallis J.F. (1999), dan Stephard R.J. (1997) menyimpulkan bahwa, “Children can spend less time in academic learning and more time being physically active during the school day, without affecting academic success or progress”.
            Memperkuat beberapa hasil penelitian tersebut di atas, pernyataan Jensen, E. (2008), dari New York Academy of Sciences dan the President’s Club at the Salk Institute of Neuroscience, cukup menarik untuk disimak, “Like six blind men describing different parts of an elephant, they are all addressing the same issue but from different viewpoints. They are all correct in revealing how physical experience affects the brain. Each of their viewpoints is valid, yet incomplete by itself”.
            Selanjutnya beliau menambahkan bahwa berdasarkan sudut pandang neuroscience, pendidikan jasmani mengungkap informasi yang tidak terungkap dari disiplin ilmu manapun, yaitu: 1) “exercise is highly correlated with neurogenesis, the production of new brain cells, . . . 2) exercise upregulates a critical compound called brain-derived neurotrophic factor, . . . 3) neurogenesis is correlated with improved learning and memory, . . . 4) neurogenesis appears to be inversely correlated with depression
            Lebih lanjut Jensen (2008) mengemukakan, “When the studies are well designed, there is support for physical activity in schools. So the interdisciplinary promotion of physical activity as a’brain-compatible’ activity is well founded. . . . brains benefit from physical activity in many ways
Uraian sebagaimana dijelaskan di atas memberi keyakinan pada kita tentang pentingnya pendidikan jasmani terhadap pencapaian hasil belajar siswa. Bahkan Jensen (2008) mempertegas bahwa aktivitas fisik masih merupakan salah satu cara terbaik untuk menstimulasi otak dan meningkatkan pembelajaran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa aktifitas fisik bukan saja memperbaiki kebugaran tubuh tetapi juga memperbaiki struktur dan fungsi memori, yang pada akhirnya berdampak terhadap kemampuan belajar siswa.

3.  Olahraga dan Ekonomi
            Dimensi lain dari dampak pendidikan jasmani dan olahraga yang kurang populer di lingkungan masyarakat pada umumnya, namun memiliki nilai kehidupan yg tidak kalah pentingnya adalah ekonomi; kegiatan olahraga dapat mendorong tumbuhnya ekonomi, dan bahkan mendatangkan keuntungan langsung. Dalam banyak kasus, negara yang secara ekonomi maju, seringkali memiliki perkembangan kemajuan keolahragaan yang maju pula, misal perkembangan olahraga di Amerika, Australia, Perancis, Inggris, dan Jepang telah berkembang begitu pesat. Dari segi prestasi, terutama dalam Olympic Games, mereka telah mampu menempatkan dirinya di papan atas. Demikian juga dari perspektif tingkat kesehatan masyarakat yang diukur dari angka kematian bayi dan angka harapan hidup, negara-negara maju juga lebih unggul.
            Namun demikian, tidak berarti prestasi tinggi hanya terjadi pada negara-negara yang secara ekonomi lebih maju. Brasil secara ekonomi barangkali jauh di bawah negara-negara maju seperti Perancis, Jerman, dan Italia. Ditinjau dari Gross Domestic Product (GDP) per kapita, Brasil berada para peringkat 78 dengan GDP per kapita hanya US$ 9.703, sementara ketiga negara tersebut masing-masing adalah US$ 33.509 (peringkat 23), US$ 34.212 (peringkat 21), dan US$ 30.365 (peringkat 25). Sebuah perbedaan yang sangat signifikan, karena lebih dari tiga kali lipat (wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_PDB). Akan tetapi, Brazil memiliki tradisi prestasi sepakbola yang lebih tinggi dibanding ketiga negara tersebut. Sementara itu, Indonesia berada pada peringkat 120 dengan GDP per kapita sebesar US$ 4.000
            Dengan demikian untuk membangun olahraga tidak harus selalu menunggu negara maju atau secara ekonomi sejajar dengan negara-negara maju. Justru yang perlu didorong adalah bagaimana olahraga dijadikan salah satu instrumen untuk membangun ekonomi melalui antara lain peningkatan kualitas dan kesehatan hidup bangsanya sebagaimana dikemukakan oleh Department of Medical Economics of the Institute of Social and Preventive Medicine and the University Hospital of Zurich (2001), “the promotion of health-enhancing activity is of great importance not only for reasons of individual quality of life and health, but also on economic grounds”.
            Dilihat dari biaya perawatan kesehatan, Lutan (2001) mengemukakan, “Penghematan ongkos kesehatan per kapita per tahun karena aktif berolahraga ditaksir sekitar $ 330 di AS. Di Kanada, penghematan diperkirakan mencapai $ 364 per orang yang aktif berolahraga. Berdasarkan hasil studi tentang ongkos perawatan sakit dan keadaan saat sekarang tentang kurang gerak, maka sebesar $ 580 juta dalam biaya pengobatan tahunan (termasuk biaya obat, dokter, perawatan di rumah sakit, dan di rumah) untuk penyakit jantung ischemic dapat dihemat bila orang Kanada menjadi aktif berolahraga. Setelah terjadi penurunan orang Kanada makin aktif sejak tahun 1981, penghematan itu mencapai $200 juta per tahun untuk perawatan/pengobatan penyakit jantung ischemic”.
            Lebih lanjut U.S. Department of Health and Human Services (IHRA, 2009) melaporkan, “In the US, the total cost of overweight and obesity in 2000 by some estimates was $117 billion (12% of the national health care budget), with $61 billion direct and $56 billion indirect costs”.
            Penelitian yang dilakukan Department of Medical Economics of the Institute of Social and Preventive Medicine and the University Hospital of Zurich mengungkap bahwa “Aktivitas fisik yang dilakukan oleh sebagian besar populasi bangsa Swiss sudah mampu mencegah sebanyak 2,3 juta kasus penyakit, 3300 kematian, dan menghemat ongkos pengobatan 2,7 milyar francs setiap tahunnya”. (Department of Medical Economics of the Institute of Social and Preventive Medicine and the University Hospital of Zurich, 2001).
Hasil studi keuntungan ekonomi dari aktivitas jasmani di Australia mengetengahkan bahwa “Every dollar invested by the state government in the Community Sporting and Recreation Facilities Fund (CSRFF) generate $2.36 in direct economic activity and $6.51 in total economic activity.        Sport in Australia generated a net income of $8.8 billion in 2004/2005” (Department of Sport and Recreation/dsr.wa.gov.au)
            Beberapa hasil penelitian lainnya (Louize Tze-ching Yen, et al., 1991; Peter Leatt, et al., 1988; Joe Leutzinger dan Daniel Blanke, 1991; Kenneth, 1991; Edington, 1992; dan Kenneth dan Pelletier, 1991), yang dilaporkan dalam sebuah majalah Business New Hampshire Magazine, 10469575, Feb 93, Vol. 10, Issue 2 dengan judul Economic Benefits of Regular Exercise  mengungkapkan bahwa ongkos pengobatan bagi pekerja perusahaan yang masuk sebagai anggota klub kebugaran 55% lebih rendah daripada mereka yang tidak masuk klub kebugaran dengan rata-rata selisih “$478.61 for participants vs. $869.98 for non-participants”. (Louize Tze-ching Yen, et al, 1991)
            The Canadian Life Assurance Company mengemukakan bahwa “turnover among fitness program participants was 32.4% lower over a seven-year period compared with non-participants” (Leatt, P., et al, 1988).
Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa tingginya partisipasi masyarakat dalam olahraga, ternyata tidak hanya mengurangi anggaran kesehatan yang dikeluarkan pemerintah, tetapi pada sisi yang lain juga meningkatkan produktivitas. Union Pacific Railroad menyampaikan hasil penelitiannya bahwa “80% of its employees believed that their exercise program was helping them be more productive at work. 75% though that regular exercise was helping them achieve higher levels of relaxation and concentration at work” (Joe Leutzinger dan Daniel Blanke, 1991). Selanjutnya, Edington (1992) mengemukakan, “Dupont reduced absenteeism by 47.5% over six years for its corporate fitness program participants”. Demikian juga Kenneth dan Pelletier (1991) mengemukakan bahwa “corporate fitness program had a 250% return on investment; $2.51 for every $1 invested over a seven-year period.”
Fakta lain juga menunjukkan bahwa olahraga memiliki kontribusi yang signifikan pada upaya mengurangi pengangguran. Data di Inggris (Sport Council, London, 1997) menyebutkan bahwa kegiatan olahraga menyediakan lebih banyak lapangan kerja dibanding industri mobil, pertanian, nelayan, dan industri makanan
Event olahraga yang dikelola dengan pendekatan bisnis serta melibatkan sebanyak mungkin sponsor dapat memberi keuntungan ekonomi yang tidak sedikit, sebagai contoh Olympiade tahun 1984 di Los Angeles diselenggarakan dengan menghabiskan biaya tidak kurang dari 505 juta $US. Dari jumlah tersebut, hampir separuhnya telah ditutup dari hak siar yang dibeli oleh jaringan televisi ABC sebesar 225 juta $US, sejumlah besar perusahaan (32 perusahaan) telah menjadi sponsor dengan nilai 4-13 juta $US, dan keuntungan dari menjual tiket sebesar 15 juta $US. Selain itu, panitia juga menerima berbagai bantuan yang diberikan untuk membangun fasilitas. Pembangunan velodrom dari kedai makan-minum ditanggung perusahaan 7 Eleven. Kolam renang senilai 4 $US sepenuhnya dibiayai oleh McDonald. Pakaian seragam atlet dan pelatih disediakan oleh Levis. Sistem komputerisasi yang menggunakan 200 set komputer  kesemuanya disediakan oleh IBM. Pengalaman keberhasilan ini pun kemudian diikuti oleh sejumlah negara dalam menyelenggarakan event olahraga, sebagaimana disampaikan oleh China Today November 5, 2004 (http://www.china.org.cn/english/sports/111340.htm), sebagai berikut.
·         1984: Los Angeles Olympic Games made profits of US $250 million.
·         1988: Seoul Olympic Games made profits of US $300 million, a record high for a government-run Olympiad.
·         1992: Barcelona Olympic Games made profits of US $5 million.
·         1996: Atlanta Olympic Games made profits of US $10 million.
·         2000: Sydney Olympic Games Organizing Committee generated an income of US $1.756 billion.
·         2004: Athens Olympic Games ended in a loss.

Di tingkat nasional, dipaparkan hasil penyelenggaraan PON XV, 2000 di Jawa Timur sebagai contoh kasus (Ditjora, 2005), selain sukses penyelenggaraan, pemberdayaan ekonomi rakyat juga menjadi agenda utama yang dicanangkan panitia penyelenggara ketika itu. Dari laporan bidang pembedayaan ekonomi rakyat, diperoleh data yang menggembirakan. Dari penyelenggaraan PON XV dapat dibina pengusaha kecil sebanyak 784 buah, terdiri dari pengusaha makanan, minuman, produk kerajinan,konveksi, dan sebagainya.
Dari event PON juga dapat digelar 31 pameran yang tersebar di tujuh kota besar di Jawa Timur, yakni: Surabaya, Sidoarjo, Kediri, Jember, Madiun, Malang, dan Gresik. Dalam pameran tersebut berhasil melibatkan 1104 usaha kecil, 550 usaha menengah, dengan jumlah pengunjung sekitar 500.000 orang  dan dengan omzet sekitar 110 milyar. Itu belum termasuk kegiatan di bidang wisata, transportasi, dan pentas seni budaya.
Fakta lainnya menunjukkan (Ditjora, 2004) adanya keterkaitan antara Product Domestic Regional Bruto (PDRB) dengan indeks SDI. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kemajuan ekonomi suatu wilayah berhubungan erat dengan tingkat kemajuan pembangunan olahraganya. Propinsi yang memiliki PDRB tinggi ternyata juga memiliki indeks SDI yang tinggi pula.

Demikian juga terkait sejumlah klub besar, terutama dalam cabang olahraga sepakbola. Klub seperti Real Madrid, Manchester United, dan AC Milan, mereka memiliki kekayaan triliunan rupiah. Memiliki klub sepakbola ibarat memiliki sebuah perusahaan. Dari klub tersebut bisa diperoleh pendapatan dan menjadi mesin uang bagi mereka yang memiliki saham.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani dan olahrga memiliki nilai ekonomis baik secara individual bagi para pelakunya maupun secara komunal bagi suatu lembaga, bangsa, atau negara yang memperhatikan dan mengelola olahraga dengan baik.
            Pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah-sekolah diharapkan dapat menggiring pada terciptanya gaya hidup aktif dan sehat sepanjang hayat semua warga negaranya. Berdasarkan hasil kajian, telaahan, dan hasil penelitian sudah cukup terbukti bahwa kesenangan dan kebiasaan melakukan aktivitas jasmani memberi dampak yang luar biasa terhadap beberapa dimensi kehidupan. Dimensi yang paling banyak mendapat perhatian dan sangat populer di masyarakat adalah dimensi kesehatan. Namun demikian dimensi yang juga sangast penting namun belum begitu populer karena berbagai buktinya belum cukup banyak di masyarakat adalah dimensi perolehan hasil akademik siswa dan ekonomi. Kegiatan belajar dua ini memberi berbagai alasan dan bukti-bukti terkini mengenai manfaat kesenangan dan kebiasaan melakukan aktivitas ffisik terhadap kesehatan, perolehan hasil akademik siswa, dan ekonomi. Para pembaca diharapkan menelaah dan mempelajari lebih jauh dari berbagai sumber lain untuk memperkuat dan mengkritisi berbagai alasan dan hasil penelitian yang tertuang dalam uraian kegiatan belajar ini. Dengan demikian para guru pendidikan jasmani akan mendapat keyakinan yang lebih baik tentang dampak positif yang sangat luar biasa dari profesi yang dikerjakannya selama ini.


Daftar Rujukan
Aliance American for Health, Physical Education, Recreation, and Dance. (1999). Physical Education for Lifelong Fitness: The Physical Best Teacher’s Guide. AAHPERD. Champaign, IL: Human Kinetics.
Brown Wendy J., (2008), “Physical Activity and Sedentary Behaviors in Adults: does ‘sport for all’ play a role in the prevention of Health promotion”, dalam 12th World Sport for All Congress 2008, Proceedings, Malaysia November 3_6, 2008
Brown Wendy J., (2008), “Physical Activity and Sedentary Behaviors in Adults: does ‘sport for all’ play a role in the prevention of Health promotion”, dalam 12th World Sport for All Congress 2008, Proceedings, Malaysia November 3_6, 2008
Brown WJ, Burton NW, dan Rowan PJ. (2007). “Updating the evidence on physical activity and health in women”. American Journal of Preventive Medicine, 33(5), 404-411
Coe DP, et.al., (2006), Effect of physical education and activity levels on academic achievement in children. Medicine and Science in Sports and Exercise. 2006;38(8):1515.
Cooper, K. (1982). Aerobik. Alih bahasa oleh Antonius Adiwiyoto, Gramedia, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008); Peningkatan Gaya Hidup Aktif  Menuju Indonesia Sehat 2010, Paparan Presentasi, Disajikan Pada Konvensi Nasional Pendidikan Jasmani,  Pendidikan Kesehatan, Rekreasi, Olahraga Dan Tari, Bandung 24 November 2008
Department of Medical Economics of the Institute of Social and Preventive Medicine and the University Hospital of Zurich, Economic benefits of the health-enhancing effects of physical activity: first estimates for Switzerland, 3Health Enhancing Physical Activity. (http://sgsm-ssms.ch/ssms_publication/file/79/7-2001-3.pdf)
Dishman, R.K., et.al. (2006), Neurobiology of exercise, Obesity (Silver Spring) 2006 Mar: 14(3): 345–Department of Exercise Science, The University of Georgia
Ditjora, (2004). Pengkajian Sport Development Index (SDI), Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga, Ditjora. Jakarta.
Ditjora, (2005). Pengkajian Sport Development Index (SDI), Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga, Ditjora. Jakarta
Dwyer T., Et.al., (2001), Relation of academic performance to physical activity and fitness in children. Pediatric Exercise Science. 2001;13:225-237.
Etnier & Landers (1995) dalam Auweele Vanden Yves et al, (1999), Psychology for Physical Educator, Champaign Illinois: Human Kinetics.
Field T, Diego M, Sanders CE., (2001), Exercise is positively related to adolescent’s relationships and academics, Adolescence. 2001;36(141):105
Fred.H. Gage, et al., Neurogenesis in the adult human hippocampus, Nature Medicine, 4(11): 1313-7, 1998. 887
Harsono, (1988), Coaching: dan Aspek-Aspek Psikologis dalam Coaching,CV Tambak Kusuma, Indonesia
Hillman CH, et. al., (2009), The effect of acute treadmill walking on cognitive control and academic achievement in preadolescent children. Neuroscience. 2009;159(3):1044-1054
Hollar, Massiah et.al, 2010 University of Miami); Hollar D, et.al., (2010), Effect of a two-year obesity prevention intervention on percentile changes in body mass index and academic performance in low-income elementary school children. American Journal of Public Health. 2010;100(4):646
Hopkins, et.al., (2012), Differential effects of acute and regular physical exercise on cognition and affect, Science, Department of Psychological and Brain Sciences, Dartmouth College, Hanover, NH, USA, (http://www.sciencedirect.com/science)
Jensen, E. P., (2008) 4.20; 4.21; A Fresh Look at Brain-Based Education, Phi Delta Kappan February 2008
Jensen, Eric (2008), Brain-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Otak), Pustaka Pelajar Yogyakarta
Joe Leutzinger dan Daniel Blanke, (1991), Economic benefits of regular exercise, Business New Hampshire Magazine, , 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Kenneth, (1991), Economic benefits of regular exercise, Business New Hampshire Magazine, 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Kirk, Macdonald & D’Sollivan (2006), The Handbook of Physical Education, Sage Publication, London
Leatt, P., et al (1988), Economic benefits of regular exercise, Business New Hampshire Magazine, 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Lidner KJ. (2002), The physical activity participation –academic performance revisited: Perceived and actual performance and the effect of banding (academic tracking). Pediatric Exercise Science. 2002;14:155-169.
Louize Tze-ching Yen, et al (1991); , dalam Business New Hampshire Magazine, Economic benefits of regular exercise, 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Louize Tze-ching Yen, et al (1991); , dalam Business New Hampshire Magazine, Economic benefits of regular exercise, 10469575, Feb93, Vol. 10, Issue 2
Lutan, Rusli, (2002). Menuju Sehat dan Bugar, Jakarta: Depdiknas. Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Bekerja Sama dengan Direktorat Jendral Olahraga
Lutan, Rusli, et al. (2001). Pendidikan Kebugaran Jasmani: Orientasi Pembinaan di Sepanjang Hayat, Jakarta: Depdiknas. Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Bekerja Sama dengan Direktorat Jendral Olahraga. 3.2 Rusli Lutan (2001)
Pate, et.al (1995), Physical Activity and Public Health, The Jurnal of The American Medical Association (JAMA) 1995;273:402-407,
PMSEIC (Prime Minister’s Science, Engineering And Innovation Council), “Promoting Healthy Ageing In Australia” (http://www.innovation.gov.au/)
Ratliffe. Thomas., and Ratliffe, Laraine , M., (1994), Teaching Children Fitness: Becoming a Master teacher, Human Kinetics Publisher, Inc.
Sallis J, Prochaska J, Taylor W., (2000), A review of correlates of physical activity of children and adolescents. Med Sci Sports Exerc. 2000;32:963-975.
Sallis JF, Patrick K. Physical activity guidelines for adolescents: consensus statement. Pediatr Exercise Sci 1994;6:302-14
Sigfusdottir ID, Kristjansson AL, Allegrante JP., Health behaviour and academic achievement in Icelandic school children, Health Education Research. June 9, 2006
Steinhard, M. A. (1992), “Physical Education”, Handbook of Research on Curriculum, AERA. Austin, Texas: MacMillan Publishing Company.
U.S. Department of Health and Human Services (HHS, 1996), Physical Activity and Health: a report of the surgeon general. Atlanta, GA, CDC, Diunggah dari: http://www.cdc.gov/nccdphp/sgr/pdf/mm.pdf
World Factbook perkiraan 2011, Daftar negara menurut angka harapan hidup, http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_PDB (Product Domestic Bruto)
Wuest, Deborah A and Bucher, Charles A. (1995), Foundations of Physical Education and Sport, St Louis Mosby

0 Response to "ARTIKEL DAN MAKALAH TENTANG KESEHATAN JASMANI DAN ROHANI "

Posting Komentar